Total Tayangan Halaman

31/05/12

Hidan Emang Edan

Hidan melangkah, menyusuri jalanan pasar
malam kala itu. Ya, hari itu malam, makanya
disebut pasar malam. Oke, ini info gak penting.
Semua mata memandangnya. Semua perhatian
orang tertuju hanya padanya. Kalian pikir Hidan
adalah seorang cowok idola yang akan membuat
terpana semua gadis, wanita, pria, maupun
lelaki? Tidak. Semua mata memandangnya
karena dia berjalan bersama dengan para kru dari
sebuah reality show terkenal yang tengah marak
kala itu di televisi.
Apa nama acaranya?
"Hidan emang Edan" itulah nama acaranya.
Sebuah reality show dengan Hidan sebagai
pembawa acara, di mana tugas Hidan disini
adalah untuk menghipnotis orang agar dia mau
mempublikasikan aib-aib dalam kehidupannya,
secara tidak sadar dan terpaksa.
Dan kali ini, ia sedang mencari siapa orang yang
beruntung untuk masuk TV dan tidak beruntung
untuk mengatakan semua dosa yang ia perbuat.
Siapa ya?
Kepalanya menoleh kesana-kemari. Dan
perhatiannya tertuju pada seorang pemuda yang
tengah menatap pada wahana merry go round
yang pelanggannya nyaris 100 persen adalah
anak-anak di bawah umur lima tahun.
"Halo," sapa Hidan ramah pada pemuda itu.
Pemuda itu menoleh sekilas. Ia tahu bahwa
Hidan adalah seorang artis dan ia tahu pula, apa
yang akan ia lakukan pada dirinya.
"Hn."
"Lagi apa nih?" tanya Hidan nyantai sembari
bersender pada pagar pembatas antara wahana
dengan jalanan.
"Lagi boker," jawabnya ngasal, separuh malas
separuh kesal.
"Oh... lagi bete ya? Judes banget," ujar Hidan,
"Gini deh, lo mau gak gue hipnotis? Itung-itung
untuk mengeluarkan unek-unek yang ada di
pikiran lo."
Sejenak, pemuda itu tampak berpikir, namun
sedetik kemudian, dia berkata, "Lo bisa bangunin
gue, gak, entar pas selesainya?"
Hidan sweatdropped, "Ya iyalah. Lo pikir gue
gadungan, apa?"
Dan jadilah, pemuda itu kini tengah duduk di
sebuah bangku panjang dengan para penonton
yang berkerumun melihat proses syuting acara
itu.
"So, nama lo siapa?"
"Hn, Justin Uchiha."
"Ngibul banget."
"Udahlah, langsung hipnotis aja. Entar kan lo bisa
tanya," ujar pemuda itu dengan separuh jengkel.
"Oke-oke," balas Hidan, "Baru kali ini pesertanya
belagu banget."
Dia mengambil sebuah kalung panjang dengan
sebuah lingkaran dengan segitiga di dalamnya. Ia
tampakkan kalung itu di depan wajah pemuda
itu.
"Lihat ya, dengerin gue, jangan dengerin
siapapun. Lo liat kalung ini, trus, entar lo mulai
ngantuk-ngantuk trus tidur. Ngerti?" ujar Hidan.
"Bere–."
BUKH!
Belom sempat pemuda itu melanjutkan
ucapannya, punggungnya terhantam oleh
tangan salah satu rekan Hidan, hingga saking
kuatnya pukulan itu, membuat Justin (?) akhirnya
tertidur, atau lebih tepatnya, pingsan dan menuju
kematian.
"Oke, kita mulai. Dengerin pertanyaan gue, Justin.
Jawab kalo elo mau jawab, dan jangan jawab
kalo gue enggak nanya. Bohong itu dosa
loooohhhh..." Hidan melebay.
"Iya iya, bawel lo," gumam Justin dari alam
bawah sadarnya.
Gini nih, sesi wawancara Hidan dengan Justin.
"Oke, nama lo siapa?" tanya Hidan
"Hn, Sasuke Uchiha, tapi lo bisa panggil gue
Justin," jawab Justin.
"Hah? Nyambungnya di mana tuh?"
"Adalah, gue ama Justin Bieber kan sama-sama
ganteng dan kerennya."
"Oh... gitu...," balas Hidan heran
Oke, sejak sekarang, nama Justin kita coret dan
ganti kita tulis dengan Sasuke.
"Lo tadi ngapain di sini?" tanya Hidan.
"Liatin merry go round, inget masa kecil gue."
"Oh... lo kangen ama masa-masa kecil lo di
mana lo dimanja ama orang tua dan keluarga lo,
gitu?"
"Hn, tepatnya, gue kangen saat-saat ngejorokin
Kakak gue dari atas kuda di merry go round."
Hidan menampakkan wajah horor lalu
melanjutkan, "Oh... emang kenapa lo jorokkin
dia?"
"Gak papa, gue merasakan kebahagiaan tersendiri
aja saat ngelihat Kakak gue menderita."
"kan kasihan..."
"Bodo'."
"Lo kesini sendiri?"
"Ada sih, temen. Tapi mereka misah gitu dari
gue."
"Lho, kok gak sama-sama?"
""Abis, mereka kan pacaran. Gue ogah jadi obat
nyamuk."
"Lha? Emang lo gak punya pacar?"
"Banyak sih.."
"Wuih! Play boy, euy!"
"Banyak yang nolak maksud gue."
"Hah? Kenapa? Bukannya elo keren? Kayak Justin
Bieber lagi," tanya Hidan sambil nahan muntah.
"Tauk, mereka nyadar diri kali gak pantas ama
gue."
"Pantas aja ditolak, orang elo narsis banget,"
batin Hidan.
"Emang gimana mereka nolaknya?" lanjut Hidan.
"Ya gitu, mereka menyatakan cinta pada gue,
trus–"
"Bentar, kata lo elo ditolak, kok sekarang elo
ngomong elo ditembak? Elo mabok ya? Sadar oi!"
potong Hidan.
"Bego, lu!" bentak Sasuke sambil nampar Hidan
sambil merem, kena sasaran, kepala, "Gue kan
lagi elo hipnotis, mana mungkin sadar, sih!"
"Perasaan kalo orang dihipnotis gak nyadar deh
kalo dirinya lagi dihipnotis," batin Hidan sembari
mengelus kepala benjolnya.
"Ya udah deh, terusin.." kata Hidan.
"Hn. Gue ditembak mereka, gue bilang gini, 'Oke,
elo gue terima. Asal kalo kita makan, elo bayarin
gue, ya?'. Nah, mereka langsung lari dan nolak
gue. Sakit hati gue!"
Hidan sweatdropped, "Cowok pun pasti nolak elo
jika elo gak modal kayak gitu."
"Nyambung ya?"
"Hn."
"Jadi mereka nolak elo karena gak mau bayarin
elo, gitu?"
"Yoa. Payah. Masak mau pacaran tapi gak punya
modal."
"Nyadar dong, lu!" batin Hidan.
"Trus, jadi elo gak pernah pacaran dong? Kan
prinsip elo mau yang gratisan," lanjut Hidan.
"Hn, gue sedang menanti jodoh yang terbaik
bagi gue."
"Matre, lu!" gumam Hidan.
"Trus, elo gak pernah ngerasa iri gitu saat lihat
temen-temen elo punya pasangan? Seperti saat
ini?" tanya Hidan.
"Tergantung mood gue sih."
Hidan:
"Hah?"
"Kalo gue lagi banyak duit, gue gak iri. Kalo lagi
bokek, rasanya gue pengen nembak cewek
siapapun yang deket gue."
"Matrenya..."
"Dibilangin, gue gak matre, hanya menahan laju
inflasi!"
"Oke-oke. Disambung-sambungin aja deh." kata
Hidan.
"Oh ya, tadi elo kan minta dipanggil Justin, ya?
Mana nyangkut-pautin Justin Bieber. Elo nge-fans
banget ama dia ya?"
"Duh! Iyalah! Siapa sih yang gak ngefans ama
cowok seganteng itu? Hanya cowok gak normal
yang gak ngefans dia (?)!"
Hidan jawsdropped, "Kayaknya, elo gak pernah
pacaran bukan karena masalah uang, tapi kondisi
dari mental elo deh."
"Gue waras tauk. Elo tuh yang edan, sesuai nama
acara nista ini."
Hidan menatap jengkel, lalu berbisik pada kru,
"Entar sensor kalimat dia ini, ye?"
"Emang apanya dari JB yang elo suka?"
"Semuanya lah. Wajahnya imut banget tauk.
Kayak gue, nih."
"Oh ya, coba, pose ala JB dipotret."
"Pose yang gimana?"
"Errrr... terkejut!" kata Hidan ga penting.
Sasuke berdiri, lalu mengangakan mulut sembari
kedua tangannya menebah dada sembari
berucap keras, "HA!"
Hidan hanya sweatdropped, "Itu tadi kayak JB
kena serangan jantung, deh," katanya, "Oke,
sekarang, pose JB dipotret ama fans."
Sasuke agak membungkuk, sebelah tangan
menyentuh dagu, dengan sebuah senyuman
yang seduktif (?).
"Kayaknya gue familiar ama pose itu... Hah! Itu
kan pose manis andalannya Sasule," gumam
Hidan.
"Siapa itu Sasule? Jelek banget namanya!" tanya
Sasuke.
"Oke, sekarang, elo peragain JB pas nyanyi deh.
Bayangin semua orang disini adalah fans lo. Dan
elo berada di sebuah panggung besar," kata
Hidan.
"Lagunya yang mana?"
"Baby tuh."
"Baby baby my baby... you drive crazy... baby
baby my baby... my honey swee–" nyanyi
Sasuke, tapi keburu dipotong Hidan.
"STOP! Itu kan lagunya Cinta Laura!"
" Oh ya?"
"Udah, duduk aja deh, lo. Nista dan kasihan
banget JB punya fans kayak elo."
Sasuke mendengus, "Huh, elo ngomong gitu
karena iri aja, kan, gak ada talenta elo yang bisa
elo jajarin kayak artis," dan ia duduk kembali.
"Emang semua peragaan elo tadi itu bisa dijajarin
kayak artis? Udah deh, trus, elo punya keinginan
untuk jadi kayak JB? Beken gitu maksud gue."
"Pengen sih, siapa sih orang yang gak pengen
beken?"
"Jadi elo merasa bahwa sekarang diri elo belum
beken?"
"Udahlah, hanya saja gue gak masuk TV gitu
aja."
Hidan membatin, "Abis ini elo pasti masuk TV,
kok. Moga-moga aja JB lagi kurang kerjaan dan
nonton episode ini di Youtube."
"Amin," jawab Sasuke (?).
"Trus, ada masalah lain gak, yang mungkin
sekarang masih jadi unek-unek elo?"
"Ada sih..."
"Ceritain dong"
"Gini, gue sering banget dikatain ayam ama
temen-temen gue. Gara-gara model rambut gue
yang kata mereka mirip ekor ayam ini, nih."
Hidan syok, "Oh, ya, baru nyadar gue. Emang
mirip sih.."
"Sialan lo."
"Memang kenapa? Kan keren tuh, ayam itu
adalah hewan imut (?) dan bermanfaat, dari
daging ampek kotorannya."
"Emang elo makan kotoran ayam?"
"Buat kompos lah..." jawab Hidan, tapi misuh-
misuh dalam hati.
" Hn.. gue gak suka. Masak keren-keren gini
dipanggil ayam, kesannya gue pengecut gitu."
" Menurut elo, elo gak pengecut, gitu?"
" Ya gak lah! Gue berani tidur sendiri di kamar!"
Hidan sweatdropped, "Tapi harusnya elo bangga,
dong, punya nickname unik gitu? Itu ciri khas elo,
mamen!"
"Gini, kalo seandainya elo gue panggil monyet,
mau dan bangga?"
"Tapi itu kan jauh banget dari ayam," protes
Hidan yang nangis dalam hati "Nista banget gue."
"Alah, sama hewannya juga. Lagian rambut elo
kan putih tuh, kayak simpanse. Klop deh."
Hidan membatin, lagi, "lama-lama gue matiin aja
nih, orang."
"Kalo elo gak mau, kenapa gak nyoba gaya
rambut lain aja?" tanya Hidan.
"Gak bisa, kalo gue lurusin ke bawah jabrik gue,
entar rambut gue kayak Andhika Kangen Band."
"Gue kan gak suruh elo ngelurusin, tapi cocok
kok kalo buat elo. Hehe."
" Sialan lo. Gue pulang, nih."
"Kayak elo bisa aja," batin Hidan, "Ya sudah.
Sekarang elo dengerin sugesti positif dari gue,
ya?" lanjutnya.
"Dengerin aja, kan? Gak usah lakuin? Ya udah."
"Ya lakuin lah!"
"Oke oke. Terserah mulut lo lah. Makin cepat
acara ini kelar, makin baik."
Hidan ngebatinsweatdopped, "Kok dia nyadar ya,
kalo lagi disyuting?"
"Gini, Sas. Terlepas dari masalah elo ama Kakak
lo, tapi lo harus nyadar bahwa dia emang Kakak
lo. Jadi, lo harus hormatin dia."
"Bullshit, dia aja gak pernah hormat pada ortu
gue."
"Diem dulu, deh! Lama-lama gue sumpel mulut
lo!"
"Oke, trus, masalah kefanatikan elo ama JB, jadiin
itu hal positif. JB kan bisa sukses tuh di masa
muda dan beken, masak elo yang udah tua (?)
gini masih ngeliatin marry go round kayak orang
MKKB*?"
"Elo juga, udah tua masih aja ngerjain orang
kayak gini."
"Gue ini kerja, bukan ngerjain!"
"Halah, terserah lah."
"Diem!" bentak Hidan, "Trus, masalah elo yang
jomblo mulu. Elo itu cowok-"
Sasuke memutar bola mata dengan masih
terpejam, dan mendengus, "Ya ampun, gue baru
nyadar.." ujarnya sarkastis.
"Jangan potong ucapan gue!" kata Hidan, "Hari
gini jadi cowok matre? Yaahhh…. Malu ama
tukang sampah!"
Sasuke dan semua orang yang nonton pada
sweatdropped.
Jangkrik pun menyahut, "Krik krik krik…."
"Apa hubungannya status asli lo itu ama semua
ini?" tanya Sasuke.
"Ya tukang sampah itu gak matre!" jawab Hidan
panik, tanpa sadar mendukung ucapan Sasuke.
"Yayaya…. Gue selingkuhan Taylor Swift," ujar
Sasuke sarkastis.
"Apa hubungannya?"
"Otak lo miring!"
Hidan semakin tidak mengerti.
"Oke, lanjut deh. Jadi gitu, kalo elo matre mulu, lo
nunggu Paris Hilton nembak elo buat jadi
suaminya biar elo bisa bahagia, kaya raya, pesta
pora, mati masuk neraka?"
"Amin (?),"
"Dasar…" gumam Hidan, "Trus, masalah gaya
rambut elo. Itu udah jadi ciri khas, ngapain elo
ubah? Elo harus bangga, dong!"
" Okeokeoke, udah kelar? Buruan bangunin gue
dong, gue daritadi pengen ke WC, nih."
Hidan sweat dropped, " Oke, begitu elo denger
suara tepukan meriah, elo buka mata lo dan
bangun dari tidur lo. Oke, mamen?"
"Buruan tepuk tangan!"
" Tepuk tangan yang meriah!" teriak Hidan.
Penonton pun ber-plok-plok-plok.
Sasuke langsung melek lebar, "Oh..."
"'Oh' apanya?" tanya Hidan.
"'Oh'ohohohoho…." Ujar Sasuke, diduga otaknya
geser akibat hipnotis.
"Hei, nama lo siapa?"
"Hah? Justin Uchiha," jawab Sasuke yang
direspon muntahan penonton.
"Beneran nih?" goda Hidan.
"Bukan, ding. Sasuke Bieber."
" Maksa banget…"
" Elo tuh yang maksa! Sialan banget, sih. Gue
heran, kenapa pemerintah gak ngelarang acara lo
ini? Sesat."
"Nyantai, mamen…" ujar Hidan dengan keringat
dingin, "Oke, Justin. Elo suka ama siapa nih? Idola
mungkin?"
"Gue? Gue suka sama Albert Einstein. Pinter
banget dia, bisa nemuin telepon."
Dan kemudian hening.
" Gak suka Justin Bieber?" tanya Hidan sembari
kedip-kedip centil.
Sasuke terlihat syok, lalu kembali stay cool, "Ha-
hah? Enggak. Sori, ya. Gue masih normal."
" Gue kan gak ngatain kalo cowok yang suka JB
itu gak normal, lhoooo…."
Sasuke membuang muka, "Pokoknya gue suka
Albert Einstein, titik!"
"Hahahaha… trus trus, udah punya cewek?"
" Selusin."
" Selusin minus dua belas?"
Sasuke keki.
"Apa pendapat lo tentang cowok matre?"
"Ke laut aje."
"Kok elo masih di sini?"
Sasuke terkejut, "Lo makin gak jelas!"
" Hehehe… jadi punya pacar, gak?"
" Gue bilang selusin, juga!"
" Oke oke… Trus, punya masalah ama gaya
rambut?"
"Emang kenapa rambut gue?" tanya Sasuke
langsung sensi
"Oh, enggak. Bagus aja, mengingatkan gue pada
ekor suatu hewan…."
" Diem!" bentak Sasuke sembari buang muka
sambil nahan malu.
"Hahaha… Ya sudah, Sasuke. Abis ini elo bisa liat
tayangan ulang elo dan elo bisa nentuin apakah
elo setuju jika tayangan ini ditayangkan di TV.
Kalo elo setuju, tayang di TV. Kalo elo gak setuju,
tampil di TV."
" Sama aja dong," Sasuke swt.
" Terima kasih, Sasuke! Elo udah ada di Hidan
Emang…"
Penonton teriak dengan ketulusan hati,
"EDAAAAAAAANNNN!"
Beberapa saat kemudian, Sasuke berkesempatan
melihat video saat ia disyuting dan dihipnotis oleh
Hidan. Berkali-kali mulut itu menyumpah-
nyumpah dan jari tengah di kedua tangannya
teracungkan.
Sasuke menyeringai jahat sembari bergumam,
"Elo belum tahu aja siapa gue."
Kemudian, ia mencari Hidan. Setelah ditemuinya,
dihampirinya cowok itu.
Sasuke nyamperin Hidan, "Oi, Hidan."
Hidan menoleh, " Apa?"
Sasuke langsung melempar cium jauh pada
Hidan dari jarak dekat.
Hidan langsung KO.
Sasuke menangis dalam hati, "Inilah kenapa gue
ogah mengembangkan bakat gue. Kenapa
metode penghipnotisan gue nista banget?"
"Oke, nama elo siapa?" tanya Sasuke pada Hidan
yang tertidur.
" Gue Hidan," jawab Hidan di bawah alam sadar.
" Apa hal yang paling memalukan yang pernah
ada dalam hidup elo?"
" Gue aslinya gay."
Sasuke syok, lalu menyeringai, "Fufufufu… Bisa
gue ancem, nih. Biar tahu rasa gimana rasanya
jadi orang yang aibnya kebongkar!" batinnya
nista.
Sasuke mengeluarin HP dari saku, ngerekam sesi
hipnotisnya dengan Hidan, dan membatin, "Abis
ini gue upload ke You Tub! Rasain!"
"Oh, ya? Trus, sekarang, elo punya pacar gak?"
lanjut Sasuke.
"Pacar sih gak ada."
"Oh… Kalo jatuh cinta ama orang?"
"Ada sih…," jawab Hidan sambil senyum-
senyum mesum.
Sasuke antusias, "OH YA?"
"Um…."
"?"
"Uchiha Sasuke."
TAMAT
Ps: Jadi, aslinya Sasuke itu juga tukang hipnotis.
Cuma dia ogah ngelihatin dan mraktekking di
depan TV kayak Hidan karena metode buat
ngehipnotis orang miliknya itu nista banget
*baca: cium jauh* 8D
Oke, ini garing
Terima kasih sudah bersedia membaca :D
Salam,

30/05/12

"AKATSUKI JADI COVER BOY"

Chapter 1 : Perjuangan dan Pendaftaran
Cover Boy
"Pein .. Pein .. Pein"
"Kyaaa itu Pein-Kun !"
"Wuaa senyumnya !"
"Pein-Sama foto bareng yuk .."
"Pein-Sama sentuhlah aku .."
"Pein-Kun peluklah aku .."
"Pein .."
" .. "
"Pein .."
" .. "
"Leader hentaii, un !" teriak seorang pria -eh
wanita -eh apa aja deh, berambut kuning dan
bermulut 3 .
"Um eh a-ada apa ?"
"Leader sedang apa un ? Kenapa nosebleed
begitu, un ? Leader sedang memikirkan hal porno
ya, un ?"
"Um ano-eh apa maksudmu Dei ?" tanya sang
leader nista yang kita ketahui bernama Pein,
lengkapnya Pierching Maniak yang disingkat
menjadi Pein kepada pria cantik berambut blonde
bernama Deidara atau nama lengkapnya Desahan
Indah Seorang Dara Muda .
"Lihat darah dari hidungmu itu Leader-Sama,
un !"
"Umm ini karena aku terlalu banyak makan sirih,
jadi kelebihan banyak zat darah yang mengalir
lewat sini" jelas Pein dengan Ngeles no Jutsu-
nya .
"Oh begitu, kalau begitu aku matikan TV nya ya
Leader-Sama, nanti Rakuz'u eh Kakuzu protes
kalau listriknya terbuang sia-sia"
"Oh-eh i-iya" jawab Pein sambil mendesah
pelan .
FLASHBACK
"Pemirsa jumpa lagi dengan saya Cut Temari
dalam acara n!nsert Investigasi . Kali ini saya akan
membahas tentang seorang aktor dan penyanyi
asal Korea SUNAtan yang sedang booming dan
digilai oleh para fansgirl diseluruh dunia . Pria
tampan bernama lengkap Sabaku no Gaarain
atau yang kita kenal dengan RAIN . Aktor muda
yang memulai karir sebagai cover boy majalah
'BOBO DENGAN GADIS' ini mulai melejit
semenjak membintangi serial drama TV
'NARITA' .."
Di layar TV terpampang wajah seorang pria
berambut merah tanpa alis yang memiliki tato 'Ai'
di dahinya yang putih mulus, pria itu dikejar-
kejar oleh para fansgirl yang menggilainya .
Sementara itu sepasang bola mata menatap layar
TV itu sambil membayangkan dirinya digilai dan
dipuja fansgirl seperti Sabaku no Gaarain yang
ada di TV itu .
END OF FLASHBACK
"Baiklah sudah kutentukan !" seru pria
berpierching yang tiba-tiba berdiri dari sofa .
"Waa Leader-Sama membuat kaget saja !" seru si
pria cantik .
"Apa yang sudah kau tentukan Pein ?" tanya
seorang wanita cantik berambut biru bernama
Konan- atau lengkapnya Kertas Origami Maniak .
"Eh- itu ano Konan moi Amore, aku akan
mencoba menjadi cover boy !"
"Apaaaaaaaa ?" teriak seluruh anggota organisasi
nista bernama Akatsuki yang tiba-tiba muncul
dari balik batu gua tempat markas Akatsuki .
"Cover boy itu apa Leader-Senpai ?" tanya
seorang bocah bertopeng baygon rasa jeruk .
"Cover boy itu adalah model untuk sampul
majalah, Tobi" jelas seorang pria berambut
merah terang dengan wajah super duper
iimuuuuutnya yang diketahui bernama Akasuna
no Sasori .
"Tapi apa wajah tambalan seperti pein akan ada
yang mau menerima ?" tanya seekor eh seorang
eh seekorang pria berwajah Hiu, Kisame
Hoshikagi .
"Tentu saja ada, dia akan terkenal menjadi cover
boy untuk Surat Yaasin" sahut seorang pria
psikopat religius berambut perak, Hidan .
"Enak saja ! Aku akan menjadi seorang cover boy
terkenal yang punya banyak fansgirl huahahaha"
sahut Pein tertawa laknat .
"Ooh jadi kau ingin jadi cover boy agar punya
banyak fansgirl, Pein ?" tanya Konan sambil
mengeluarkan aura membunuhnya .
"Um eh te-tentu saja tidak Konan sayang, aku
menjadi cover boy agar bisa dapat banyak uang
supaya aku bisa membawamu jalan-jalan ke
Ame(rika)gakure .." sahut Pein cepat .
"Ame(rika)gakure ? Ooh Pein yunomisowel .."
sahut Konan yang kini blushing karena kata-kata
rombengan Pein tadi .
"Banyak uang ? Kalau begitu aku juga mau
menjadi cover boy !" sahut seorang pria
bercadar penggila filem Ayat-Ayat Cinta, Kakuzu
atau lengkapnya Kanan Kiri Fulluuzu .
"Hn . Banyak fansgirl ya, baiklah aku juga mau
ikut !" sahut seorang pria tampan berambut
panjang yang diketahui bernama Uchiha Itachi .
"Eh, kau juga mau ikut Tachi-Chan ? Kenapaa ?"
tanya semua anggota Akatsuki terbelalak
mendengar pernyataan Itachi .
"Kalau jadi cover boy bisa punya banyak fansgirl,
aku bisa mengalahkan baka Otouto ku . Tentu
kalian tahu dalam voting anime Naruto dia yang
terpilih menjadi chara tertampan dan terbanyak
fansgirlnya dibanding aku . Karena itu jika aku
menjadi cover boy, itu akan mendongkrak
popularitasku" sahut Itachi dengan wajah
dinginnya .
Semua anggota Akatsuki tercengang dengan
pengakuan sulung Uchiha berwajah stoic yang
ternyata Famous WannaBe itu .
"Baiklah kalau begitu ! Kita ikut audisi untuk
menjadi cover boy, nah Zetsu coba kau cari
informasi tentang audisi cover boy diseluruh
penjuru negara, Kami butuh secepatnya !"
perintah Pein pada seorang pria yang berwajah
seperti biskuit Oreo- hitam putih dengan Venus
Fly Trap menjulang dikepalanya, yang diketahui
bernama Zetsu atau Zetengah Jadi Satu .
"Baik" sahut duo Zetsu .
SKIP TIME
"Baiklah Akatsuki, semua siap ?" tanya sang
Leader kepada anggota parade eh organisasinya .
"Siap Leader-Sama" sahut anggota Akatsuki
bebarengan .
Mereka akan menuju ke desa Konoha yang
menurut informasi duo Zetsu adalah tempat
diadakannya audisi cover boy .
Diperjalanan mereka menjadi pusat perhatian
oleh para warga desa yang mereka lalui .
Warga desa mengira ada parade sirkus yang
berjalan keliling desa .
Bagaimana tidak, ada manusia Hiu, tanaman VFT
berjalan, ribuan Origami terbang, boneka Puppet
yang imuuuut, parade debus manusia Immortal,
manusia dengan tindik terbanyak, bocah autis
merangkap topeng monyet, banci kaleng yang
promosi petasan, pria tampan tapi berkeriput
yang bikin cewe-cewe semaput, dan tentu saja
yang meraup keuntungan dari sumbangan
seikhlasnya para penonton, bendahara nista
Kakuzu .
Setelah dehidrasi di Sunagakure, reunian nyanyi
dangdut bareng Orochimarusak di Otogakure,
melewati kejamnya kabut asap sate ayam yang
menggoda hidung di Kirigakure, mendaki
bebatuan kerikil di Iwagakure dan hipotermia di
Yukigakure, akhirnya mereka sampai di desa
Konohagakure *iyeeeiiii, applause for Akatsuki* .
Sesampainya di gerbang Konoha, sang sulung
Uchiha tiba-tiba langsung berlutut dan sembah
sujud mencium tanah kelahirannya .
"Kami-Sama akhirnyaaaa aku mudik juga .. Hiks
hiks setelah bertahun-tahun kerja Romusha
bersama para kriminil bertampang sangar, Kaa-
San Tou-San Otouto tercinta, aku
pulaaaaaaaaaaaaang" teriak Itachi dengan OOC-
nya .
Semua anggota Akatsuki dan penjaga gerbang
Konoha, Izumo-Kotetsu tercengan melihat
kelakuan Uchiha yang Out Of Character begeteh
itu .
"Senpai, bukankah seluruh keluarga dan Klan
Itachi-Senpai sudah dibantai oleh dia sendiri ?
Kenapa Itachi-Senpai ingin bertemu
orangtuanya ?" tanya Tobi (sok) inosen .
"Aku juga tidak tahu un, padahal di anime Naruto
sifat Itachi-San kan dingin dan stoic un, tapi
kenapa dia bisa OOC begitu un" sahut Deidara .
"Hei Dei, kita kan ada di FanFic, bukan di anime
jadi terserah author mau membuat sifat Itachi
seperti apa" sahut partner sehidup dan mati
Itachi, Kisame .
"Ooh begitu yaaaa" sahut para anggota Akatsuki
plus Izumo dan Kotetsu sambil terus menatap
kegilaan yang dilakukan Uchiha sulung itu .
"Muah muah muuaaaaah muaah muwaaah
muwah muuaaah" Itachi terus saja menciumi
tanah Konoha .
"Hei kalian Akatsuki kan ? Mau apa kalian
kemari ?" tanya Kotetsu .
"Dan hentikan Uchiha autis itu sekarang juga !"
kata Izumo sambil menunjuk Itachi .
Disebut Uchiha autis kontan yang merasa
langsung mengaktifkan Sharingannya .
Tapi, tunggu dulu !
Bukan Itachi yang mengaktifkan, karena
Sharingannya habis masa aktif dan sekarang
memasuki masa tenggang, dia kan belum isi
ulang ..
Yang hampir membuat Izumo dan Kotetsu di
eliminasi dari FanFic ini adalah .. Tobi !
Ya, Tobi a.k.a Uchiha Madara !
Tapi, sebelum sempat membuat duo penjaga itu
terlempar ke dimensi lain sang Uchiha sudah
dicegah oleh Leader yang bijaksana (hoek, baca:
bejatsana), Pein .
"Tuan Madara, kalau anda tidak merasa
disinggung jangan aktifkan Sharingan anda, anda
tidak merasa autis kan ?"
"Um eh i-iya huwaaaaaa Tobi kan anak baik, Tobi
bukan Uchiha autis huwaaaaa" .
Kontan saja semua Akatsuki dan duo penjaga itu
cengo, tadi posenya keren banget menunjukkan
kegagahan Uchiha, sekarang malah jadi autis
beneran ckck aneh nian kau nak Tobi ..
"Tujuan kami kemari adalah ikut audisi menjadi
cover boy !" kata Kakuzu tanpa basa-basi (good
job Kuz !) .
"Cover boy ?" tanya duo penjaga .
"Iya, audisi cover boy yang di adakan oleh
Yamanaka Corporation" sahut Pein cepat .
"Oh, iya memang perusahaan Yamanaka sedang
berencana membuat magazine keluaran mereka,
dan mereka mencari model untuk cover boy
mereka" sahut Izumo .
"Bagus, dimana tempat audisinya ?" tanya
Konan .
"Oh lurus saja ke depan, belok kanan, ada ramen
Ichiraku, belok kiri, lurus ada perempatan belok
kanan kalau kalian melihat Kakashi dan Gai yang
sedang bercinta belok kiri lalu lurus kedekat
jembatan lalu belok kanan, kalau kalian melihat
Naruto dihajar Sakura belok kiri lurus lalu belok
kanan, nah disitulah tempatnya" jelas Kotetsu
panjang lebar .
"Apa itu tempat audisinya ?" tanya Pein yang
masih cengo mendengar penjelasan Kotetsu .
"Oh bukan, tentu saja bukan, itu adalah
rumahku" jawab Kotetsu dengan watados-nya .
Ketika Pein siap dengan Rinnegannya, Izumo
menjawab
"Lurus saja, nanti ada palang besar yang
menunjukkan tempat audisinya dan ehem-
jangan lupa untuk membawa Uchiha ini bersama
kalian" kata Izumo sambil menunjuk Itachi yang
sekarang sedang menjilat-jilat tanah Konoha .
'Dasar Uchiha sakit jiwa' batin Akatsuki .
Akhirnya setelah perjuangan berhari-hari
mendaki gunung lewati lembah selalu
waspadalah kalau berjalan siap menolong orang
dimana saja hei ninja Hatori (eh salah fandom
nih),
setelah melalui rintangan yang berliku akhirnya
Akatsuki mencapai sebuah gerbang besar
bertuliskan 'YAMANAKA & NARA CORP' .
Salah satu perusahaan besar di Konoha,
gabungan antara perusahaan Yamanaka dan
Nara yang digerbangnya kini terpampang
dengan jelas sebuah pengumuman bertuliskan
"DICARI MODEL COVER BOY UNTUK
MAGAZINE TERBARU KAMI, YANG AKAN
LAUNCHING MINGGU DEPAN . IKUTI
AUDISI HARI INI JUGA, TANPA
PERSYARATAN APAPUN DAN GRATIS !
JADILAH FIRST COVER BOY UNTUK EDISI
PERDANA MAJALAH KAMI"
Setelah membaca pengumuman didepan mereka
seluruh anggota Akatsuki, terutama Kakuzu yang
semangat setelah membaca kata 'GRATIS'
langsung memasuki gerbang YAMANAKA
NARA CORP .
Disana mereka disambut oleh antrian pendaftar
cover boy yang mengular .
Wah ternyata Akatsuki banyak saingan saudara-
saudara !
Setelah mengantri lebih dari 12 jam dan
menghabiskan lebih dari 10 tanker 'PONARI
SUET', akhirnya mereka tiba pada meja
pengambilan formulir .
Pein selaku leader mengambil 7 buah formulir
untuk Akatsuki .
Ketika dia kembali ke bangku peserta, dia
membagikan formulir itu .
Tapi, ada 3 orang Akatsukis yang protes ..
"Pein sayang, kok aku ga dikasih formulirnya
siih ?" tanya the only woman on Akatsuki,
Konan .
"Leader, kenapa aku juga tidak ?" tanya si
HiUMAN, Kisame .
"Aku pun juga tidak" sahut Oreo Venus Fly Trap,
Zetsu .
"Ehem, begini ya Akatsukis, ini adalah audisi
cover boy, jadi otomatis untuk laki-laki, jadi
yayang Konan haram untuk ikut, yayang kaan .."
kata Pein sambil menunjuk dan memandang
mesum dada Konan .
JDUAAKK
Kontan saja pukulan maut Konan sukses
menghiasi wajah mesum Pein .
"Lalu kami ? Kami kan bukan perempuan Leader"
protes Kisame dan Zetsu bersamaan .
"Kalian kan juga bukan manusia" jawab Pein
enteng .
Langsung saja Samehada terayun ke kepala Pein,
dan duo Oreo Zetsu langsung membuat menu
'Rujak Pein' dalam daftar dinner mereka .
Setelah melalui berbagai penderitaan akibat
anggota nya yang nista itu akhirnya Pein berhasil
membujuk ketiga Akatsukis itu agar tidak
berhasrat ikut audisi cover boy .
Tentunya setelah menjanjikan jalan-jalan ke Ame
(rika)gakure pada Konan,
Akan menikahkan Kisame dengan Keyshame -
ikan Mas peliharaannya,
Dan menjanjikan daging perawan Uchiha Sasuke
yang katanya LEGIT BIN MAKNYUUS pada duo
Zetsu (Pein, awas loh di Amaterasu Itachi, aku
sebagai author sudah memperingatkanmu !)
Akhirnya Pein hanya memilih SASORI (jelas,
karena wajahnya SANGAT MENJUAL), DEIDARA
(ehem~ walaupun gendernya masih
dipertanyakan), ITACHI (karena dia dengan
semangat masa muda ingin mengalahkan
Sasuke ckck hasratmu ketinggian nak), HIDAN
(karena dadanya yang sixpack menggoda itu
*hoeks*), TOBI (karena dia mengancam Pein
dengan Sharingan), KAKUZU (karena dia
menyogok pein dengan sekeping DVD Maria
Ozawa) dan tentu saja PEIN bin Pierching
Maniak .
Akhirnya, ketujuh Akatsukis mengisi formulir
pendaftaran yang ada ditangan mereka ..
Apakah mereka akan berhasil menjadi cover
boy ?
Atau sebaliknya ?
Kita nanti saja di chapter depan yaaa hehe
BERSAMBUNG ..

Akatsuki Daily Life

"SELAMAT MALAM SEMUANYA! TERIMA KASIH
TELAH HADIR DIACARA SAYA, AKATSUKI DAILY
ROUTINE LIFE SHOW!" kata sang pembawa acara
bohay yang baru nongol dengan di iringin asap-
asap biar terlihat keren.
"HUOOOOO SUIT, SUIT!" para penonton
membalas dengan sorak-sorai dan tak lupa
beberapa siulan nakal buat si pembawa acara
yang sekarang lagi bergaya centil ala foto model.
"Sebelumnya, perkenalkan dulu, Nama saya
Tsunade! Saya adalah pemimpin dari Negara
Konoha! Dan alasan saya mengadakan acara
show ini karena saya mau mempermalukan
akatsuki Haihaihaihahaihai!" kata sang pembawa
acara aka Tsunade sambil membuka aib nistanya
sambil tertawa penuh maksiat.
Krik... Krik… Krik…
Penonton diem dan mendadak jadi ilfeel seketika
begitu ngeliat kelakuan Tsunade yang persis
kayak mak lampir yang lagi nyari mangsa.
"Sudahlah, lupakan! Kita langsung ke acara, saya
akan panggilkan bintang tamu kita yaitu para
AKATSUKI!" ucap Tsunade bener-bener heboh,
dan begitu akatsuki keluar yang nonton pada
jerit-jerit, terutama penonton cewek yang
ngefans berat sama SasoItaDei.
"KYAAAAAA ITACHI MARRY ME!".
"DEI-CHANNNNN IMUTTT BANGETTT!".
"SASORIIIIII, KYAAAAA LIAT SINI DONG!".
Para penonton langsung ngeluarin jurus yell-yell
yang bisa bikin kuping siapapun yang denger
budek seketika.
"Mari, mari… Mari lah kemari, hey, hey, hey! Hey
kawan!" Tsunade khilaf malah nyanyi sambil
goyang ngebor.
"Tsunade-sama! Jangan khilaf dulu!" teriak salah
satu juru kameramen yang udah males liat
Tsunade ngebor.
"Oh, iya maaf! Mari, silahkan duduk!" Tsunade
mempersilahkan para akatsuki yang duduk di
kursi panjang yang ada di sana.
.
"Sebelumnya terima kasih banget loh, akatsuki
semuanya udah pada mau dateng ke acara
saya!" kata Tsunade ngomong pake gaya emak-
emak yang lagi ngerumpi.
"Siapa juga yang mau dateng kemari!" balas Pein
galak langsung ngamuk.
"Tauk nih, apalagi kita gak dibayar!" Kakuzu ikutan
marah-marah.
"Orang kita dateng kemari dengan cara yang
tidak elit!" Itachi ikutan misuh-misuh sambil
nyisirin rambutnya yang kusut. Maklumlah dia
abis keluar dari karung, orang akatsuki lagi enak-
enak tidur diculik sama para Rookie Konoha terus
dibawa kemari ck ck ck.
"GAK USAH PADA BAWEL LO SEMUA!" kali ini
Tsunade yang ngomel, malah lebih galak. Plus
dia nginjek panggung dengan keras ampe jebol.
Terpaksa deh acara di cut sebentar buat benerin
settingan.
.
20 menit kemudian…
"Hehehe, tadi ada kesalahan teknis. Mari kita
lanjutkan acaranya!" Tsunade nongol sambil
senyum-senyum gaje, akatsuki sekarang udah
pada duduk manis, pada takut kalo Tsunade
ngamuk lagi. Kebayang deh kalo sampe mereka
di injek sama Tsunade dengan kekuatan
badaknya, bisa rontok dah itu tulang.
"Nah, saya memanggil akatsuki semua untuk-"
Tsunade belom selesai ngomong tapi udah
dipotong sama Naruto dengan tanpa merasa
berdosa.
"UNTUK MEMPERMALUKAN AKATSUKI KAN?"
samber Naruto, dan berkat omongan Naruto
barusan akatsuki pada masang deathglare ke
Tsunade sekarang.
"Bohong kok! Jangan dengerin bocah gendeng
itu!" gantian Tsunade yang takut sambil nyengir
dan ngelempar Naruto pake vas bunga walhasil
Naruto pingsan dengan bunyi gedebum.
"Kalian diundang kemari untuk ikut acara nonton
bareng yang judulnya Akatsuki Daily Routine Life
Show!" sambung Tsunade yang langsung teprok
tangan sendirian.
"Film ini menceritakan tentang keseharian dan
kebiasaan yang dilakukan akatsuki selama
dimarkas ataupun diluar markas!" katanya lagi
dengan semangat, udah gak sabar pengen liat
gimana nistanya akatsuki itu.
"Sejak kapan kita diikuti stalker?" tanya Kisame
heran.
"Ah, gak usah bingung kali. Secara gue itu kan
ganteng! Wajar aja lah kalo-kalo ada stalker"
jawab Itachi dengan tingkat kepedean tinggi.
"Yakin sekali kau kakek tua! Yang ada tuh stalker
pasti ngikutin gue!" samber Sasori sambil
nunjuk-nunjuk dirinya sendiri, merasa paling
keren.
"Gak usah banyak bacod! Mending liat aja deh
acaranya!" potong (bebek apa ayam maunya?)
Tsunade kesel, dan langsung nyalain remote. TV
berukuran raksasa di belakang mereka pun
menyala, dan menampilkan dua sosok mahkluk
yang gak jelas bentuknya.
~o0o~
.
-Jam Weker-
.
.
"Halooo, haloooo!" seorang cowok berambut
hitam acak-acakan memberi salam sambil
dadah-dadah norak, baru pertama kali masuk TV
sih dia.
"Yuki jangan norak!" samber seorang cowok lagi
yang berwajah serupa dengan cowok yang
dipanggil Yuki tadi, hanya saja dia memiliki warna
rambut yang kecoklatan.
"Gak apa-apa lah, norak dikit! Kan mau masuk
TV!" balas Yuki malah ngeyel dan makin gaje
autisnya.
"Lupakan dia!" dengan sangat tega Yuki ditendang
sampe nyusruk ke got dengan tidak elit.
.
"Perkenalkan gue Riku dan yang nyusruk
barusan itu Yuki! Kalian pasti bertanya siapa kami?
Kami sendiri juga bingung!" cowok yang
mengaku bernama Riku barusan malah lebih
ngaco.
"Bodoh! Kau juga sama saja!" bales dendam
nendang Riku, yang nonton udah sweatdrop
ngeliat tingkah kedua MC jadi-jadian ini.
"Kami utusan dari Konoha yang ditugaskan untuk
menjalankan misi tingkat 'XXX', soalnya kalau
ketahuan kami pasti mati! Tugas kami adalah
memata-matai keseharian akatsuki dan difilm-
kan!" kata Yuki yang akhirnya bisa juga
menjelaskan maksud dari semua ini, (maksud
apa coba?).
"Sekarang kami berada di depan markas akatsuki,
dan sekarang sudah menunjukkan pukul 5 pagi!"
timpal Riku yang sudah bangkit dari
keterpurukannya.
"Baiklah, sebentar lagi akatsuki bangun dari
tidurnya. Ayo kita dekati markas!" akhirnya duo
MC gila itu berjalan mengendap-ngendap persis
maling ngedeketin markas akatsuki, di ikuti oleh
kru kameramen (Lee dan Kiba), satu orang
fotografer (Gaara) dan dua orang bodyguard
buat jaga-jaga dari hal-hal maksiat yang gak
diharapkan (Kakashi dan Yamato), yang dikemas
dalam satu paket dan tak lupa diberi pita (o_0? Ini
kado?).
.
"BANGUNNNNN WOIIIII!" teriak Pein tak lupa
pake toa bangunin seluruh anggota akatsukinya
pagi itu.
"BERISIKKKK WOIIIII (un)! Balas akatsuki lain ikut
neriakin Pein pake toa.
"ANJRIT! PADA BANGUN LOE SEMUA!" Pein
emosi capek-capek dia teriak-teriak gak didenger.
PRANG!
BLETAK!
DUAGH!
KLONTANG!
DUGH!
Begitulah, para akatsuki lain malah keluar kamar
masing-masing sambil melempari Pein dengan
berbagai benda yang mereka bawa dari kamar.
"Ku… Kurang ajar… !" Pein sekarat tak berdaya
kejang-kejang tepar di atas lantai.
"Lemparan bagus kawan-kawan!" kata Zetsu
yang tadi ngelempar kaktus sambil ngacungin
jempol ke temen-temennya yang lain.
"Sip!" balas akatsuki lain.
"Jam wekernya udah berenti bunyi, tidur lagi yo!"
kata Hidan yang sukses lempar lembing pake
sabitnya ke kepala Pein tadi (gimana gak semaput
coba si Pein?).
"Kalo bunyi lagi itu jam weker, nanti gua
lemparin ikan hiu!" kata Kisame yang tadi ikutan
ngelempar botol minuman 1 liter yang masih ada
airnya dan sukses bikin jidat Pein benjut.
"Lagian heran gue, kenapa sih itu jam weker tiap
pagi selalu berkoar-koar sumbang begitu?" timpal
Konan, ini cewek gak ngelemparin Pein, dia cuma
make jutsu kertasnya buat bekep mulut Pein
yang dia kira jam weker.
'Ja… Jadi gue di kira jam weker berkoar tiap pagi?'
batin Pein nangis-nangis air terjun.
.
Besoknya…
"Horeeee, Pein-senpai kasih hadiah jam weker!"
teriak Tobi girang lompat-lompat sambil
mamerin jam weker, yang sebenernya semua
akatsuki juga dapet jam yang sama.
"Ngapain ngasih jam weker?" tanya Hidan yang
merasa gak butuh.
"Bukannya kita udah punya ya, satu? Yang tiap
pagi selalu bunyi dengan suara kaleng
rombeng?" tanya Sasori menusuk hati Pein
sedalam sumur. Seketika Pein langsung pundung
dipojokan.
~o0o~
.
"Wuih… Ternyata jadi pemimpin akatsuki itu
bener-bener sengsara ya… " kata Tsunade yang
gak tega melihat nasib Pein.
"Emang anak buah pada kurang asem semua!"
Pein melotot angker ke anak-anak akatsuki
lainnya yang sekarang pada nyengir pasang
tampang 'sok' gak berdosa.
"Maap, kita semua kan khilaf!" kata Itachi yang
selalu ngelempar Pein pake hairdryer, akatsuki
lain manggut-manggut setuju.
'Khilaf tapi kok tiap pagi… ' batin semua penonton
geleng-geleng.
TBC...

29/05/12

Akatsuki on TV

Chapter 1: Deidara's Big Mistake
Pagi di kediaman para penjahat terkenal
Akatsuki… Suasananya sangat suram dan
tenang, sampai suatu saat, suara cempreng nan
berisik mengusik mereka…
"PEIN-SENPAAAAI, lihat ini!" Tobi si anak baik dari
Akatsuki menunjukkan selembar kertas kepada
senpai-nya, Pein, yang hanya sedang duduk
santai sambil melamun.
"Berisik! Diam, kenapa?" bentak Akastuki's baby
face, Sasori, makhluk ter-kawaii di seluruh dunia.
"Tunggu sampai senpai semua melihat ini!" Tobi
mengacungkan lembaran yang dipegangnya
tadi.
"Sini, coba lihat!" seru Konan.
"Bawa sini, un!" suruh Deidara, si ahli ledakan.
Seluruh anggota Akatsuki berkumpul di tengah
ruangan. Mereka semua membaca keras-keras
kertas promosi tersebut:
Mau jadi Entertainer terkenal? Ikuti:
Audisi untuk KONOHA ENTERTAINMENT
Tersedia bagian: Teater, Film, Musik,
Presenter, dan DJ
"Emang ada DJ di Konoha, ya?" tanya Sasori
polos.
"Dewa Jashin itu ada dimana-mana, termasuk di
hati kita!" kata Hidan sok religius. Deidara
menjitaknya.
"DJ yang dimaksud disini itu disk-jockey! Bukan
Dewa Jashin!"
"Tapi Sasori nanyanya DJ yang Dewa Jashin itu…"
"Siapa bilang? Orang nanya DJ yang disk-jockey,
kok," kata Sasori, ngeles.
"Eh, tapi beneran, deh. Emang ada disk-jockey di
Konoha?" gumam Konan. "Coba pakai otak kalian!
Berpikir yang logis!"
"Siapa peduli? Kita juga disini nggak ada yang
bisa nge-DJ! Kita kan, mau main film!" kata Pein,
sok artis.
"Emang Pein-senpai bisa akting?" tanya Tobi.
"Heh, gini-gini, aku lulusan sekolah perfilman di
Amegakure!"
"Lagi-lagi, emang ada sekolah perfilman di dunia
ninja? Ngaco, lo, Pein," kali ini Konan yang
menjitak Pein.
"Udah, ah, lanjut baca. Kalau cocok, kan, kita bisa
dapat duit," kata Kakuzu, si mata duitan.
Syarat:
Berumur 17-30 tahun
"Yah, Sasori-senpai mana bisa ikut! Dia kan,
chibi…" kata Tobi.
"Eh, aslinya aku udah dewasa, lho! Lo tuh, aslinya
kan Madara yang udah tua bangka!" serang balik
Sasori.
"He? Yang kasihan itu Itachi… Udah kelewat
umur, makanya—eh…" Konan langsung berhenti
ketika Itachi memelotinya. Daripada di
Amaterasu, kan, mending diam…
Berjiwa Entertainer
Minimal mempunya wajah setingkat
'CUKUP'.
"Wah, aku cocok, nih!" kata Tobi ge-er.
"Itu topeng lollipop, mana bisa dibilang 'CUKUP',"
sanggah Pein.
"Aku bisa ikut nggak, ya?" gumam Zetsu hitam
sedih.
"Nggak bisa, dong. Kalau Zetsu putih, kan,
ganteng, mana bisa ditolak. Zetsu hitam, sih,
wueeekkk!" Zetsu putih mengeluarkan suara
muntah.
"Woi, kita ini kan satu badan!"
"Siapa bilang? Makasih, deh!"
"Wah, nantangin, lo, ya!"
Lalu kedua bagian wajah itu mulai berkelahi.
"Aku, nih, yang paling cocok. Secara, gitu,
Akatsuki paling ganteng…" gumam Sasori dan
dijitak satu-satu sama anggota Akatsuki yang
lain.
Rajin bekerja, dan ramah
Pendaftaran dilakukan tanggal 10 Agustus
di Konoha Entertainment, loket pendaftaran
F8. Biaya pendaftaran: 1000 Ryo.
Audisi dilaksankan tanggal 13 Agustus di
studio Konoha Entertainment,
Konohagakure, dengan membawa kartu
audisi dan sedikit uang tambahan (buat
nyogok juri, okeh?) . Mulai pukul 08.00 pagi
sampai selesai.
Hokage/Presdir Konoha Entertainment,
Tsunade
"Audisinya di Konoha? Kita harus kesana, dong?"
kata Pein.
"Iyalah, demi impian menjadi artis! Wah, keren
nih!" Hidan berangan-angan.
"Ya, duitnya juga pasti banyak…" lanjut Kakuzu.
"Pasti banyak fansnya…" gumam Tobi.
"Wah, jadi terkenal itu enak…" Pein berangan
juga.
"Musuh-musuh kita bakal iri, un…" kata Deidara.
"Dikenal sebagai seniman atau artis ternama…"
sambung Sasori.
"Seluruh keluarga baik ikan dan manusia akan
bangga… Saking bangganya keluarga hiu bakal
loncat sampai ke darat!" Kisame hampir
menangis saking tidak sabar ikut audisi dan
diterima.
"Kalau Zetsu putih jadi artis, Zetsu hitam bakal iri
sampai bunuh diri…"
"Eh, kalau Zetsu hitam mati, berarti Zetsu putih
juga mati, dong… Kan satu badan. Bego lo Zetsu
putih…"
"Sasuke pasti malu, aku duluan jadi artis…"
"Hoii, jangan ngarang terus, ayo cepat kerja!"
Konan membuyarkan lamunan rekan-rekannya.
"Ngarang aja, kalau diterima. Ayo kerja!"
"Kerja apa, Konan-senpai?" tanya Tobi, kesal
imajinasinya dipecahkan oleh Konan.
"Ya, belanja! Masa kita nanti audisi pakai baju
beginian? Oh ya, juga belajar jadi entertainer, dan
siap-siap! Oke?"
"Oke, Konan-senpai! Mulai bersiap!"
-Akasuna no Aruta-
"Mahal amat, un! Gratisan aja, masa nggak bisa
sih, un?"
"Bikin kartu audisinya aja, biayanya mahal,
Deidara-san! Udah murah, kok! Bayar aja sini!"
bujuk Shizune, penjaga loket pendaftaran, sambil
mengomel dalam hati. Ini orang mau ikut audisi,
tapi ga mau bayar pendaftaran? Ke laut aja lo!
"Jadi nggak, nih? Nggak mau, ya udah. Banyak
yang mau ngantri. Sana, gih!"
"Heh, sopan sedikit, aku ledakin nih, un!" Deidara
mengeluarkan bom C3.
"Siapa takut? Cepetan, mau ikut, nggak!"
"Bayar aja! Kita kan masih ada sisa uang!" kata
Itachi yang udah kebelet jadi artis.
"Iya, deh. Kuzu, sini, un! Uang sisa yang kemarin
mana? Korbankanlah sedikit uang simpanan kita,
toh nanti kalau jadi artis dapat yang berlipat
ganda, un! Allah berfirman (?), sekali kita
bersedekah, seribu kali lipat yang akan kita dapat,
un!" Dei jadi sok alim.
"Oh, terserah lo, dah. Tapi ada syaratnya. Kalian
harus memberikan 70% pendapatan kalian (kalo
jadi artis) masing-masing, kepada bendahara
kalian ini!" Kuzu mulai pasang penawaran.
"80% atau kami batal," kata Pein. Bego amat lo,
leader nista!
"Deal!" Kuzu loncat-loncat girang. Nggak ngeh ya,
ini organisasi, Akatsuki (-Kakuzu) pendapatan
mereka bakal makin berkurang.
"Nih, untuk 10 orang!" Dei menyerahkan uang.
"Ya, kartu audisi untuk sepuluh orang! Ambil, nih!
Audisinya tanggal 13 Agustus pukul 08.00
sampai—"
"Udah tau (un)!" sorak kesepuluh anggota
Akatsuki.
Shizune manyun. "Sialan, kalian semua! Balikin
sini kartunya!"
"Ga ada! Kita udah bayar, un! Ayo, pergi semua,
un!" Dei mengomando teman-temannya untuk
kabur.
"Hoi, nggak sopan kalian! Eh, kok…? Uangnya
kurang! Ini sih masih setengahnya! Balik lagi, sini!
Woi, balik lagi! Uangnya kurang! AWAS KALIAN
SEMUAAA!"
-Akasuna no Aruta-
13 Agustus di Konoha Entertainment…
"Wah, aku belum pernah melihat peralatan
secanggih ini! Ini namanya apa, sih?"
"Iya, keren! Jadi nggak sabar mau menjadi bagian
dari perusahaan ini…"
"Wah, jadi kita di-audisi disini, un?"
"Kenapa ada Akatsuki disini? Tsunade-sama,
tangkap mereka! Buronan ninja nomor satu di
dunia!" teriak suara cempreng.
Akatsuki menoleh. Uzumaki Naruto, rupanya.
"Heh, chibi! Diam, kami bukan buronan lagi
sekarang!" teriak Pein tak kalah cempreng.
"Tuh kan… Masa image kita yang ada cuma
nuke-nin doang…" gerutu Itachi.
"TSUNADE-SAMA, SURUH ORANG MENANGKAP
MEREKA!"
"Hoii, cempreng! Diam, kenapa sih?" kata Konan.
"Kami sekarang adalah… CALON ARTIS MASA
DEPAN!" semua anggota Akatsuki berpose ala
artis. Sasori mengacak rambut dengan
tangannya, Deidara meniup ujung poninya. Lalu
Konan menerbangkan kupu-kupu kertas, Pein
berpose peace, Kisame dan Kakuzu tertawa sok
keren (tapi siapapun yang melihatnya, bukan
keren, tapi norak abis). Itachi memasang mata
sharingan buat gaya doang, Zetsu ga tau mau
ngapain, jadi dia nangkep nyamuk lewat aja pakai
Venus-nya, Hidan senyum-senyum doang sok
imut (tapi kayanya ga ada yang terpana, gak
kayak Sasori senyum, semua orang langsung
pingsan *lebay). Dan yang terakhir, Tobi pasang
tampang polos (emang mukanya keliatan?) yang
membuat semua orang yang lewat ga tahan
buat nyubit nih anak. Tapi kalau topengnya
dibuka, dijamin semua orang pada kabur kalau
tahu itu Madara yang udah berumur lebih dari
yang diperkirakan…
"Artis, artis, pala lo artis! Mana artis kayak kalian,
baka!" kata Naruto, ninja yang terkenal berisik.
"Heh, kita ini memang artis, un! Udah keren-
keren gini, mana mungkin ga kepilih, un?" kata
Deidara-ge-er.
Masalah pakaian, semua Akatsuki sekarang
memakai pakaian a la pengantin (?). Eh, bukan,
maksudnya pakaian kayak anak-anak remaja
normal, lah *emang mereka semua anak-anak,
ya? :p. Lihat aja tuh kakek Itachi yang ganteng-
ganteng tapi keriput (Itachi: "Ini bukan keriput, uy!
Udah dari lahir! Tapi tetep ganteng, kan?").
"Eh, siapa tuh, Naruto?" tanya anak di sebelah
Naruto, Inuzuka Kiba, sambil menunjuk Deidara.
"Sepertinya Deidara," jawab Naru cuek.
Mata Kiba langsung berbinar. Dia lalu menyeruak
di kerumunan Akatsuki dan menarik Deidara
yang lebih tinggi darinya.
"Hai, cewek! Deidara, ya? Kenalin, aku Kiba, dan
ini Akamaru. Kau tinggal di Konoha, ya? Dimana
rumahmu? Aku mau mengajakmu jalan-jalan
malam minggu ke taman, mau nggak? Oh ya,
kesini mau apa? Ngomong-ngomong, kau cantik,
loh!" serbu Kiba, membuat Deidara bingung.
"BAKA! Apa-apaan, nih?" Deidar panic.
"Haha, Dei-senpai dibilang cewek? Ya iyalah, Dei-
senpai kan memang cantik banget," Tobi
terkekeh.
"Lepasin, gak, un!" ancam Dei pada Kiba yang
memegang lengannya sok mesra. Tapi memang
Dei-kun mirip cewek, ya? Rambutnya itu, lho,
cute banget *emang ada rambut cute?
"Aku akan melakukan apapun untuk
mendapatkan cewek secantik kamu!" Wah, Kiba
makin ngelantur, nih! Mungkin di dalam otaknya
terjadi semacam pendarahan yang disebabkan
oleh kesalah pengonsumsian obat, yang
mengakibatkan pikiran yang macam-macam,
gaje, dan efek-efek samping lain *sok jadi dokter.
"Hei, mundur dan menyerahlah! Dia punyaku,
tahu!" Kirain siapa, rupanya Rock Lee yang
sekarang datang tak dijemput pulang tak diantar.
"Wah, kau jauuh lebih cantik dari Hinata, ya?" Neji
menambah panjang antrian 'Deidara-chan (a.k.a
Deidara-kun)'s Super Big Great Guy Fans'.
Lalu kehadiran Shikamaru meramaikan antrian
juga. Juga ada Gaara, yang datang dari Suna
untuk ikut audisi jadi penyanyi dangdut
*GUBRAK! Kazekage jadi penyanyi dangdut? Eh,
nggak lah, dia kesini mau audisi Film! Lalu ada
Kankuro, Sai, Chouji, Yamato, dan yang lebih
mengagetkan lagi, KAKASHI! (Kyaa, secantik apa
sih, kamu, Deidara?) Lalu kerumunan yang
ngefans gila sama Deidara itu mengerumuninya
dan sukses membuatnya tambah sesak.
"LEPASIN, GAK, UN! AKU LEDAKIN NIH, UN!"
"YOU-ARE-MINE, DEI-CHAN!"
"Dia milikku, bukan milikmu. Dia untukku, bukan
untukmu. Pergilah kamu, jangan kau ganggu!
Biarkan aku mendekatinya…" Shikamaru nyanyi:
cempreng abis. *author dikeroyok.
"Dia untuk aku…" Sai: ga ada bedanya! Semuanya
nggak ada bakat nyanyi! *giliran Sai FC yang
ngejitak author.
"WOI GUE INI COWOK!" teriak Dei, kenceng
banget. "Dan buat yang belum tahu, aku ini ahli
ledakan Akatsuki paling terkenal sedunia ninja!"
"Ya iyalah, wong ahli ledakan di Akatsuki kan
cuma Dei-senpai sendiri!" ledek Tobi lagi.
"Grrrhh… Kalau gue udah b-b-bebas," kata Dei
terengah karena dikerumuni banyak cowok
fansnya, "gue ledakin kalian semua! Lo juga,
Tob!" Dei ngancem tapi nggak ada yang takut.
"Selain cantik dan manis (GUBRAK!), Dei-chan
gentle juga, ya!" kata Gaara (OOC banget).
"Kami-samaaaa, tolonglah aku!" jerit Deidara.
Sasori geleng-geleng kasihan. "Sasori-danna,
tolongin dong! Aku janji, kalau Sasori-danna
tolongin aku, un, aku bakal melayanimu seumur
hidup, un!"
"Gomen, Deidara, tapi aku udah punya banyak
pembantu. Masa aku mau mecat semua
Kugutsu? Jadi, ga perlu dibantuin lagi," kata Sasori
*ketawa setan.
"Siapapun deh, un! Konan! Lo bantuin gue,
kenapa, un? Leader, Pein, piercing karatan,
apapun itu panggilanya, bantuin dong, un!"
"Tadinya sih, mau bantu, tapi kebanyakan ngejek
daripada minta tolong, jadi… Tolong aja diri lo
sendiri!" Pein menyeringai.
"Banyak-banyak berdoalah, Dei! Dewa Jashin
akan menolongmu!" kata Hidan sok serius.
"BAKA! Kalau doa terus kapan bebasnya, un?"
"Eh, minggir dikit, dong! Beri aku kesempatan
mendekatinya dahulu (sok bahasa baku)."
"Enak aja lo! Aku duluan!"
"Aku duluan!"
"Akamaru, gigit mereka! Lalu aku akan mendapat
tempat VVIP di samping raga dan di dalam
hatinya!" Jiaaah, Kiba sok puitis.
"Awas gak, lo!" Dei naik pitam.
"Memangnya, Deidara secantik itu ya, Kek?" bisik
Sasori pada Itachi.
"Lo kata gue kakek lo! Tapi iya juga, sih. Masa ga
ada yang nyadar Dei itu cewek! Maksudku,
cowok…" kata Itachi. Tiba-tiba seseorang
menghampiri mereka berdua.
"Hai!"
"Hello. Siapa, ya?" tanya Sasori pada gadis
berambut pirang yang menghampiri mereka.
"Yamanaka Ino. Juri untuk audisi bagian Teater.
Kalian mau audisi juga? Bagian apa?" tanya Ino
ramah.
Nah, kalau yang ini pantas direbutin. Karena dia
cantik. Ini… banci peledak direbutin! Itachi
bergumam dalam hati.
"Film," kata Sasori, gaya cool, biar tuh cewek jadi
terpana. Tapi Ino kelihatannya biasa saja. Tapi lalu
dia tertawa melihat Deidara yang kewalahan
direbutin cowok-cowok.
"Kenapa mereka?" tanya Ino.
"Entahlah. Pada ngerebutin banci peledak," kata
Itachi sinis.
"Kenapa, lo? Mau juga, direbutin kayak gitu?"
Sasori menertawai nada sinis Itachi.
"Gak, lah! Makasih!"
"Oh ya, Ino, kamu tahu tidak, kenapa cowok-
cowok itu jadi pada mengira Deidara itu cewek?
Padahal kan, nggak terlalu kelihatan kayak cewek,
kok!" tanya Sasori pada Ino.
"Ada tiga alasan," kata Ino sok pintar. "Pertama,
mereka memang katarak dan tidak bisa
membedakan mana cewek mana cowok," Ino
lalu melanjutkan, "Kedua, mereka baru
kehilangan cinta, sehingga banci kayak gitu aja
bisa dianggap cakep banget."
"Nah, Ino sependapat denganku, kalau Dei itu
memang banci!" seru Itachi senang. Ino
mengabaikan komentarnya.
"Ketiga, mereka terkena penyakit yang
bernama…" Ino menjelaskan dengan berbisik.
Wajahnya mendadak serius. Begitu pula Itachi
dan Sasori. "Namanya… namanya…"
"Udah cepat, apa namanya?" bentak Sasori.
"Oke, oke, namanya…" Ino berbisik semakin
pelan. "Rejectolosis."
"Reject—apa? Rejectonosis? Apaan, tuh?" tanya
Itachi.
"Rejectolosis," koreksi Ino.
"Rejectolosis… Rejectolosis…" Sasori mengingat-
ingat. "Siapa yang bikin, tuh? Baru denger, lho!"
"Ya, istilah itu aku yang buat sendiri!" Ino berkata
bangga. Kedua Akatsuki langsung sweatdrop.
"Bersama Tsunade-sama, dan beberapa orang
perusahaan lain. Istilah itu dikatakan untuk orang
yang tidak lulus audisi. Lalu menjadi trauma, dan
pikirannya kacau selama beberapa jam ke
depan."
"Oh, begitu!" ujar Itachi dan Sasori bersamaan.
"Dan sejauh ini, perkiraanku benar. Mereka
semua terkena Rejectolosis! Kiba, Rock Lee, Neji,
Kankuro, Sai, Chouji, dan Yamato!"
"Lalu Gaara dan Kakashi?" tanya Sasori untuk
keterangan lebih lanjut (?).
"Gaara itu Kazekage. Mungkin dia lagi banyak
pikiran dan sibuk. Jadi agak stress."
"Kurang kerjaan banget, sih, Kazekage ikut audisi
Film!" gerutu Itachi. "Sainganku kan, jadi
bertambah!"
"Asal kalian tahu saja, Konoha Entertainment itu
terkenal. Desa lain tidak punya perusahaan
entertainment se-tenar ini. Jadi bahkan Kage dari
desa lain ada yang ikutan. Cuma Gaara, sih…
Lagipula kita tidak mau menerima Raikage dan
Tsuchikage yang tua bangka itu… Mizukage sih,
masih boleh…"
"Jadi mereka itu cuma stress?" Sasori
menyimpulkan.
"Yap."
"Tapi sayang sekali anak itu," kata Sasori pada
Itachi, seraya menunjuk Sai. "Ganteng-ganteng
seleranya si banci peledak itu…"
"Apa barusan kau bilang?" tanya Ino. Sasori
kembali menunjuk Sai.
Mata Ino melebar. "Yang it—itu… Sai?"
"Tadi kan kau menyebutkan namanya saat
memberitahu siapa saja yang kena Rejectonosis
—eh, Rejectolosis. Masa nggak ngeh, sih?" Itachi
bingung.
Lagi-lagi dia mengabaikan Itachi ("Eh, ganteng-
ganteng dicuekin!" Sasori: "Apanya yang
ganteng? Keriput!").
"SAAAIIIII! Kalau mau selingkuh cari target yang
cakep dikit, napa? Ini, banci peledak, lagi!"
"Eh, Ino!" Sai baru sadar, dan keluar dari
kerumunan. Wajahnya memucat melihat mata
Ino yang hampir keluar lubangnya (:p).
"SIAPA ITU?"
"Dei-chan!"
"Dia itu banci, tahu!"
"Aku cowok, BAKA!" sela Deidara dari dalam
kerumunan. Tapi Ino tidak bisa melihatnya
karena dia tenggelam di antara para fansnya.
"Siapa tuh yang ngomong?" tanya Ino.
"Setan kali!" kata Sai ngasal.
"Jangan mengalihkan pembicaraan, Sai!" marah
Ino lagi. Lalu menjewer Sai. "Ini pelajaran
untukmu! Kau bilang, sambil gombal, katamu
aku satu-satunya yang ada di hatimu! Mana
buktinya, hah?"
"Kapan aku bilang begitu—ahh!" Ino menjewer
makin keras, Sai berteriak. "Aw, sakiit, Ino-chan,
lepasin!"
"Tidak sampai kau mau mencium kakiku!"
"Jijay!"
"Apa katamu?" Ino meledak, menjewer Sai lebih
keras.
"Oke, oke, aku lakukan!" kata Sai akhirnya.
"Cepat! SEKARANG!"
"Siapa bilang sekarang? KAPAN-KAPAN!" Sai
makin membangkang.
"SAI! Ayo kita pulang!"
"Pulang kemana!"
"Ke rumahku! Aku harus membereskanmu dulu!"
"Jangan! Ke rumahku saja! Aku yang harus
membereskanmu!"
"SAAAIII!"
"Apa?"
"SAAAIII!"
"Apa?"
"Aku hobi melihat hal-hal seperti ini, a.k.a
perpecahan rumah tangga," kata Sasori. Tahu-
tahu di tangannya dan Itachi sudah ada popcorn.
Jadilah mereka menonton hiburan gratis berjudul
'Suami-suami takut Istri' versi ninja muda.
"K-k-kat—" kata Deidara terengah. Ini adalah satu-
satunya pilihannya. Satu-satunya cara untuk
keluar dari kerumunan nista yang
mengidolakannya. Dia harus melakukannya.
Harus. Harus. Harus! *mau nyampe berapa kali
mikir 'harus' mulu? :p. "K-k-kat—k-k-kat—kat—
KATSU!"
BYAARR!
Eh, salah…
DUAARR!
"SIAPA YANG MELEDAKKAN STUDIO INI? KAU
KELUAR DARI AUDISI!"
TBC…

Akatsuki Airlines

Chapter 1
"Hei, semuanya! Coba lihat ini!" teriak Naruto
sambil menunjuk selembar kertas yang
ditempelkan pada sebuah tiang listrik. Sontak
semua murid KHS berlari dan menghampiri
Naruto. Yap, sekarang sudah waktunya pulang
bagi semua murid KHS.
"Apaan sih, Naruto? Teriak-teriak gitu," ucap Kiba.
"Coba kau lihat ini!" perintah Naruto sambil
menunjuk selembaran yang tertempel. "Hei,
Teme! Cepat ke sini!" panggil Naruto. Nampak
Sasuke yang tengah berjalan dengan wajah
malas, menghampiri Naruto.
"Ada apa, Dobe?" ucapnya malas-malasan.
"Coba kau lihat ini!" tunjuk Naruto.
"Hn?"
"Bagaimana?" tanya Naruto.
"Telah dibuka Akatsuki Airlines. Sebuah
perusahaan penerbangan terbesar seantero
jagad. Dalam rangka hari jadi kami yang
pertama, dengan ini kami menjual paket promo
liburan dengan harga yang fantastis dan berbeda
dari yang lain. Dan, bla…. bla…. bla…. Segera
hubungi kami di 08XXXXXXXXXX! Buruan tiket
terbatas. Kesempatan hanya sekali dan tidak akan
diulang lagi. Karena kalau sering-sering
bangkrutlah kami! Hahaha…. tertanda Kakuzu.
Heh?" raut wajah Sasuke seketika berubah.
"Promosi macam apa ini? Katanya terkenal
seantero jagad. Tapi, nempelnya di tiang listrik.
Gag modal amet," gerutu Sasuke.
"Itulah hebatnya kami, un!" ucap seseorang yang
tiba-tiba saja muncul dengan jubah hitam
bercorak awan merah. Dengan rambut pirang
panjangnya dapat diketahui kalau ia Deidara.
"Hah? Kau! Siapa kau?" ucap Naruto yang tampak
kaget melihatnya.
"Waah, kakak cantik," ucap Kiba yang tersepona–
eh–terpesona dengan kedatangan Deidara.
"Baka! Aku ini cowok tahu, un!" omel Deidara.
Kiba langsung pundung di ujung jalan. "Eh?
Kenapa dia?" tanya Deidara. Naruto dan Sasuke
mengangkat bahu tanda tak tahu. "Biarkan
sajalah! Jadi, bagaimana? Apa kalian tertarik, un?"
tanya Deidara yang menyender di tiang listrik
karena ga ada tempat buat nyender lagi.
"Bagaimana ini, Teme?" tanya Naruto pada
Sasuke.
"Hn? Kenapa jadi aku?" jawab Sasuke bingung.
"Apa kau tertarik, eh? Kalau kau mau, aku akan
ikut," tambah Naruto.
"Memangnya kenapa? Apa hubungannya
denganku?" tanya Sasuke. Deidara hanya diam
memperhatikan Sasuke dan Naruto. Dalam hati ia
komat-kamit baca mantra tanpa segelas air putih
yang memang sangat ia butuhkan sekarang ini.
Bukan untuk nyembur pasien, tapi memang saat
ini ia kehausan karena teriknya matahari. Kalau ia
pulang tanpa bawa calon penumpang, habislah
ia.
….O….O….O….
Di tengah perjalanan pulang, Ino dan Sakura
bertemu dengan seorang pemuda berambut
merah dan memakai jubah hitam motif awan
merah. Sama seperti Naruto dan Sasuke yang
tiba-tiba dihampiri oleh Deidara yang
menawarkan promo penerbangan 'Akatsuki Air',
hanya saja kali ini berbeda. Selembarannya tidak
ditempel dan tidak juga disiarkan di televisi,
melainkan langsung dibagi.
"Konichiwa!" sapa orang itu. Dengan canggung,
Sakura dan Ino membalas sapaan pemuda itu.
"Konichiwa. Tolong jangan culik kami. Besok
akan ada ulangan harian, kalau kami tidak datang
pasti Orochi-sensei akan menghukum kami
menghitung sisik ular kesayangannya. Aku
mohon," melas Ino. Sakura sweatdrop.
"Eh? Siapa yang mau nyulik kalian? Memangnya
aku terlihat seperti penjahat?" tanya pemuda itu.
"Tidak juga, sih. Tapi kalau di komik kesukaanku,
ada penjahat yang mirip denganmu.
Memangnya ada apa?" tanya Ino.
"Syukurlah. Ah, perkenalkan, aku Akasuna no
Sasori. Cukup panggil aku Sasori saja," jelas
pemuda itu yang ternyata bernama Sasori.
Sebenarnya sih ga nyambung sama
pertanyaannya.
"Bukan itu maksudku! Aku bukan menanyakan
namamu, tapi apa yang ingin kau katakan tadi?"
jelas Ino sekaligus bertanya.
'Sasori baka! Tetap tenang…' batin Sasori.
"Gomen. Aku hanya memperkenalkan diri
supaya tidak mencurigakan dan lebih
meyakinkan. Jadi begini, kami dari Akatsuki
Airlines ingin menawarkan promo penerbangan
dalam rangka hari jadi kami yang pertama. Ini
selembarannya, silahkan dibaca. Apa kalian
berminat?" promosi Sasori.
"Dibaca aja belum," ucap Ino enteng. Tanpa ia
sadari sekarang tampak perempatan di dahi
Sasori.
'Sabar Sasori. Ingat pesan Kakuzu tadi. Kalau kau
pulang tanpa membawa calon penumpang…
maka…'
GLEK. Sasori meneguk ludah.
"Ehehe… silahkan dibaca dulu," ucap Sasori
dengan tawa yang dipaksakan, sambil
menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya
tidak gatal.
"Hm? Bagaimana forehead? Apa kau mau?" tanya
Ino pada Sakura. Sakura mengangguk. "Baiklah
kebetulan sekali minggu depan liburan. Baiklah
kami mau. Tapi tunggu persetujuan yang lain
dulu,"
"Baiklah. Kalian dari KHS, kan?" tanya Sasori
"Iya," jawab Sakura
"Ku dengar KHS akan mengadakan tour akhir
tahun, benar tidak?" tanya Sasori lagi.
"Iya. Dan, tahun ini tournya giliran kelas XI,"
jawab Sakura. "Bisa dibilang angkatan kami,"
lanjutnya.
"Oh, begitu. Baiklah! Terima kasih atas infonya,
ya! Jaa… sampai bertemu lagi," pamit Sasori yang
langsung melengos pergi. Sementara itu, Sakura
dan Ino saling tukar pandang dan mengangkat
kedua bahu mereka. Dalam hitungan detik
mereka pun berbalik dan kembali melanjutkan
perjalanan pulangnya.
"Hei Ino, memangnya yang lain mau ikut?" tanya
Sakura.
"Entahlah, forehead. Memangnya kenapa?" balas
Ino.
"Tidak. Aku hanya merasa aneh saja. Selama ini
aku belum pernah dengar tuh yang namanya
Akatsuki Air," ucap Sakura curiga.
"Benar juga, ya. Aku juga belum pernah dengar.
Tapi, ya sudahlah," balas Ino. "Emang aku
pikirin!"
"Hm, memangnya tahun ini tournya kemana,
sih?"
"Oh, kalau tidak salah sih ke Ottogakure,"
"Ottogakure ya?"
"He-eh, memangnya kau tidak tahu, forehead?"
"Ya, begitulah. Kabar terakhir yang kudengar, kita
akan ke Sunagakure,"
"Hah? Sunagakure? Yang benar saja! Liburan kok
di padang pasir,"
"Ehem," terdengar suara deheman seseorang.
Tapi, Ino masih saja melanjutkan kata-katanya. Ia
tidak perduli, karena menurutnya itu suara
deheman Sakura.
"Kau tahu forehead, berapa tong air yang kita
butuhkan kalau kita liburan di Suna? Berapa
banyak sunblock yang harus kupakai? Huh,
merepotkan sekali. Kalau saja Tsunade-sensei
merekomendasikan tour kita ke Suna, aku tak
ak–"
"Ehem. Kalau tour tahun ini ke Sunagakure, maka
aku tak segan-segan menjemurmu di tengah-
tengah padang pasir dan tak akan aku berikan air
setetes pun. Apa kau mengerti, Yamanaka?" ucap
orang itu yang ternyata adalah Gaara! Uwooo!
Ada Nii-channya author! *ditendang readers*
"Ga–Gaara! Ehehe… peace! Damai itu indah," elak
Ino. Yang benar saja, ia harus melawan Gaara
yang notabene adalah panitia penyelenggara
tour. Bisa-bisa namanya di coret dari daftar.
"Huh, kau juga Ino. Sudah tahu ia dari Suna.
Masih saja kau teruskan ucapanmu," omel
Sakura.
"Tapi, aku tidak tahu kalau ia di belakang kita
forehead," bela Ino.
"Hah, mau bagaimana lagi. Hei Gaara,
memangnya apa isi gentong ini?" tanya Sakura.
"Dokumen dan data-data siswa yang ikut tour.
Memangnya kenapa?"
"Tidak. Hanya saja, kenapa kau tidak
menggunakan tas atau apa gitu selain gentong
ini?"
"Males banget. Kalau pakai tas, muatnya dikit.
Selagi ada gentong yang ga dipakai, ya sudah ku
ambil saja," jawabnya enteng. Seketika readers,
author dan main chara sweatdroped. Secara!
Masa ganteng-ganteng pake gentong? OMG! Nii-
chan, kau mempermalukanku. *plakk
"Pake gentong? Idih, aneh banget tuh orang,"
gumam Ino, kali ini Gaara tidak mendengarnya
karena berada beberapa langkah di depan
keduannya. Sepanjang jalan, tak ada yang
memecah keheningan. Ketiganya diam, hanyut
dalam pikiran masing-masing. Hingga seseorang
datang. Seseorang dengan topeng lollipop
oranye, Tobi, datang dan teriak-teriak ga jelas.
"Hai… hai… hai… Tobi anak baek! Tobi anak baek!
Iya kan, senpai?" pekik Tobi kepada seseorang
disebelahnya. Gaara, Ino dan Sakura terdiam di
tempat dengan wajah yang tak elit. Mulut
menganga atau bahasa kerennya cengo melihat
tingkah Tobi yang bisa dibilang, ehm… autis.
"Kalian siapa?" tanya Sakura bingung.
"Eh? Jadi kalian ga kenal sama Tobi?" tanya Tobi.
Ketiganya menggeleng. "Huwe… senpai…
mereka… mereka jahat! Masa ga kenal sama Tobi.
Kalian kejam!" rengek Tobi sambil memukul-
mukul tiang listrik. "Huwe… sakit, senpai! Tangan
Tobi sakit!" rengeknya lagi.
"Eh?" Sakura, Gaara dan Ino makin bingung saat
ini. Yang benar saja ada orang seaneh Tobi tepat
di depan mereka. Bahkan lebih parah dari Naruto.
"Tobi! Kau ini! Malu-maluin, ah! Ehehe… maaf ya!
Harap dimaklumi!" ucap seseorang disebelah
Tobi. "Em, ini! Kami hanya ingin memberikan
selembaran ini. Silahkan dibaca!" lanjutnya sambil
menyerahkan selembaran tersebut.
"Akatsuki Air? Bukannya ini selembaran yang
dibagikan orang berambut merah itu, ya? Siapa
namanya? Sa-sa-sa," Ino tergagap mengingat
nama pemuda berambut merah yang tadi ia
temui di jalan.
"Sasori?" ucap orang disamping Tobi yang
memakai jepit rambut bunga di kepalanya,
Konan.
"Ah, iya dia. Kalian kenal?"
"Tentu saja. Ia rekan kami," jawab Konan.
"Oh, begitu ya,"
"Kalau begitu, kami pamit dulu, ya. Masih banyak
selembaran yang harus kami bagi," pamit Konan.
"Ayo, Tobi!"
"Ba-baik, senpai. Jaa semuanya. Tobi anak baek
pamit dulu, ya!" pamit Tobi.
"Ah, iya. Hati-hati, ya!" balas Sakura.
"He-em. Kalian semua, Titi DJ ya!" sambung Tobi.
"Apaan tuh Titi DJ? Bukannya itu nama penyanyi,
ya?" ucap Ino yang memang ga tau maksud dari
Titi DJ tersebut.
"Ih, senpai cantik-cantik kok ga gahol, seh!" sindir
Tobi.
"Eh? Apa kau bilang?" ucap Ino sewot.
"Iya. Senpai cantik-cantik kok ga tau apa itu Titi
DJ. Gak gahol banget tau ga sih!" ejek Tobi lagi
dengan gaya yang terbilang, ekhem… gahol bin
lebay.
"Emangnya apaan?" Ino tampak tak terima diejek
seperti itu.
"Titi DJ itu, hati-hati di jalan, senpai!" jelas Tobi
sambil mengangkat-angkat jari telunjuknya.
'Sial! Awas kau, ya!' geram Ino dalam hati. "Oh,
begitu," ucap Ino dengan senyum yang
dipaksakan. Sementara itu, Gaara dan Sakura
yang melihatnya tampak menahan tawa mereka
yang tampaknya akan…
"Mbuahahahahahaha…" pecah atau bahasa
kerennya jebol. Nah lo, satu korban Tobi hari ini,
Yamanaka Ino.
"Arrghhh… Kalian…" Ino yang sudah tak tahan
lagi, meluapkan emosinya.
1… 2… 3…
BLETAK
"Aduh…" Nah lo, kejadian kan. Yap, readers tau
sendiri lah, pasti dijitak. Kalau dijewer, kan
bunyinya ga gitu. Hahaha… hmmph*dibekep
readers*
….O….O….O….
At Markas Akatsuki…
Semua anggota Akatsuki kini tengah terkulai
lemas tak berdaya di atas sofa empuk yang baru
saja dibeli oleh Kakuzu kemarin. Semuanya
tampak sibuk merenggangkan otot-otot tubuh
yang kram akibat berkeliling Konoha demi
menawarkan promo Akatsuki Airlines dan juga
demi menyelamatkan masa depan mereka yang
terancam oleh janji-janji keramat extra pahit
Kakuzu(?).
"Bagaimana hasilnya?" tanya Pein selaku leader
dari Akatsuki.
"Yah, lumayanlah. Tapi, aku memiliki sedikit info
dan mungkin akan sangat berguna," ucap Sasori.
"Apa itu?" tanya Pein.
"Jadi begini. Tadi, ada dua orang murid KHS yang
berkata padaku kalau akan diadakan tour yang
memang rutin dilaksanakan tiap tahunnya di
KHS. Namun, ya, mereka belum mendapatkan
transportasi," jelas Sasori.
"Hm, bagus juga. Kurasa ini bisa jadi target
utama kita," Pein manggut-manggut. "Apa kau
tahu ke mana kira-kira mereka akan tour?"
"Kalau tidak salah ke Ottogakure,"
"Ottogakure ya," ucap Pein sambil manggut-
manggut (lagi), ga tau deh entah ngerti atau
engga. "Baiklah, kurasa Akatsuki Air akan segera
diterbangkan," ucap Pein mantap.
"Maksudnya, leader-sama?" tanya Itachi yang
tampak tak mengerti.
"Ya, tunggu apalagi. Minggu depan, Akatsuki Air
akan diterbangkan."
"Ta-tapi, kita kan tidak punya awak pesawat.
Bagaimana mungkin pesawatnya bisa terbang?"
ucap Itachi.
"Tentu saja bisa," jawab Pein.
"Heh? Lalu siapa yang akan menjadi awaknya?"
tanya Itachi lagi.
"Tentu saja kalian. Memangnya siapa lagi?" ucap
Pein enteng. Sambil bersedekap, meremehkan
resiko yang mungkin bisa terjadi. Hedeh, ini
orang! Ckckckck… -_-
"APA?" semua anggota Akatsuki terlihat syok
minus Pein dan Tobi.
"Kau gila, leader-sama! Bagaimana mungkin kami
bisa menerbangkannya!" bentak Itachi.
"No… no… no…. Tentu saja bukan kalian semua,"
ucap Pein. Yang lain menghela nafas lega. "Tapi,
Itachi dan aku yang akan menjadi pilot dan co-
pilot nya. Bagaimana?" sambung Pein. Itachi
langsung jantungan. "Hoy Itachi! Jangan acting
gitu deh! Basi tahu!" Itachi langsung bangun dan
nyengir ga jelas.
"Diangetin, senpai!" sambung Tobi.
Oh, pura-pura ternyata.
"Terus caranya gimana?" tanya Itachi.
"Ya belajarlah. Di mana-mana juga orang kalau
ga bisa pasti belajar. Anak TK aja belajar. Masa
kita kalah. Hello… Akatsuki kalah sama anak TK?
Apa kata dunia?" jawab Pein sangat enteng
mengikuti iklan pajak.
"Ha ha ha… lucu?" Itachi sewot.
"Menurutmu?"
"Aarrrghhh!" Itachi teriak frustasi dan langsung
lari masuk ke dalam kamarnya. Alhasil, pintu lah
yang menjadi pelampiasannya. Anggota lain
hanya mentapnya sambil menahan tawa.
"Yaah… Ngambek!" ledek Kisame.
"HAHAHAHAHAHA…" tertawalah mereka semua.
Reaksi yang jarang mereka tampakkan di depan
masyarakat umum. Kecuali Tobi, lain hal bila ia
menjadi seorang yang kalem bak putri raja.
Bayangkan aja Tobi jalan di catwalk dengan
anggunnya menggunakan kebaya, sanggul dan
ah, sudahlah intinya neh saja gitu.
"Hahaha… ha-ha- aha… ha… ha," Kisame masih
tertawa padahal yang lain sudah diam. Seketika
tawanya terhenti ketika mendapat deathglare dari
semua anggota Akatsuki (-Itachi).
"Ayo, lanjutkan lagi ketawanya! Ahaha… ahaha..
ha, cepat!" ucap Pein. Kisame bergidik ngeri.
"Ah, tidak usah, leader-sama!" ucap Kisame.
"Haha… haha… sudah puas ketawanya?"
"Ti–tidak, leader-sama," ucap Kisame sambil
menunduk.
"Kenapa? Tertawa saja, silahkan!" ancam Pein.
"…" tak ada jawaban.
"Hmmphfht…" terdengar suara menahan tawa.
"Apa? Siapa yang nyuruh kalian tertawa, hah?"
Pein tampak marah.
"Tidak ada leader-sama," jawab mereka. Pein
beranjak dari sofanya dan berjalan mengelilingi
semua anggota Akatsuki yang tengah berdiri
dengan wajah menunduk layaknya
mengheningkan cipta ketika upacara bendera
berlangsung setiap senin pagi, kalau tidak hujan
tentunya.
"Itachi… Kemari kau!" panggil Pein dengan suara
yang terbilang horror. Itachi langsung berlari dan
berbaris di sebelah Kisame dengan wajah yang
juga tertunduk. Pein tampaknya sangat marah
sekarang. Lihat saja, semuanya tak berkutik
bahkan ada yang hendak meneteskan air mata.
"Jangan nangis! Cengeng sekali," bentaknya tepat
di wajah Deidara. Alhasil, Deidara yang semula
menahan air mata agar tidak jatuh pun sia-sia,
tubuhnya bergetar hebat sekarang ini.
"Menangis… menangis saja yang kalian bisa. Mau
jadi apa kalian ini kalau bisanya hanya menangis,
menangis dan menangis, hah? Bangga kalian?"
semprot Pein sejadi-jadinya.
"…"
"…"
"…"
"…."
Tuh kan, diem semua. Wah, serem nih jadinya.
Pein yang tiba-tiba saja berubah, membuat
semua yang ada di ruangan itu merinding.
"Apa lihat-lihat, hah!" bentak Pein. Sasori yang
tadi curi-curi pandang melihat rekan-rekannya
terdiam, mengurungkan niatnya. "Apa kalian
tahu? Apa kalian tahu, kalau selama ini aku selalu
menahan emosiku dan berusaha sabar meladeni
kalian? Tak pernah sedikit pun kalian
memperdulikan aku, kan?" curhat Pein.
KRAUK… KRAUK…
"Kau juga author! Tenang sedikit dan jangan
memotong ketika aku sedang berbicara!" bentak
Pein pada author. Lah? kok author juga
dimarahin? *plakk
"…"
"…" Sunyi senyap bak kuburan di malam Jum'at
kliwon, sekarang menyelimuti ruang keluarga(?)
Akatsuki. Tak ada yang berani bersuara, kecuali
Pein.
"Kalian tidak peduli, kan? Mulai sekarang… aku…"
"Leader-sama," gumam Konan.
"Uhuk-uhuk," Zetsu terbatuk-batuk.
"Nih, minum obat batuk! Dalam hitungan detik
pasti dahaknya langsung encer," ucap Pein yang
entah kenapa langsung melemparkan satu botol
kecil obat batuk merk 'BOH'.
"Eh?"
"Sudah? Baiklah, aku lanjutkan," ucap Pein. "Mulai
besok, kalian akan ku ajarkan dengan prinsip
disiplin, dengan kata lain cara keras," lanjut Pein.
"Hah?" yang lain kembali kaget dan syok.
"Ya, kalian harus mematuhiku. Kalau kalian
melanggarnya, lihat saja nanti konsekuensinya.
Mulai besok kita akan mulai pelatihan awak kabin.
Dan ingat! Aku yang nanti akan menjadi
instruktur kalian! Bwahahaha… Kalian akan mati
ditanganku!" ucap Pein sangat mantap dan
mengepalkan kedua tangannya.
Michika ni aru mono
Tsune ni ki wo tsuketeinai to
Amari ni chikasugite
Miushinatte shimaishou
Tiba-tiba saja handphone Pein berdering. Dengan
gaya alay bin lebay, ia pun mengangkat
handphonenya dan menjauh mencari tempat
yang tenang untuk menelpon. Beberapa saat Pein
pergi, mereka langsung saling tukar pandang
dan… berlari menuju Pein dengan mengendap-
endap.
"Ah, iya. Baiklah, besok saya akan segera ke
sana. He-em, Arigatou," Pein mengakhiri
percakapannya. Semua anggota Akatsuki
langsung berlari menuju tempat semula.
Sepertinya ini pembicaraan yang serius.
BUK… BUK…BUK…
TAP… TAP… TAP…
BUK… BUK… BUK…
TAP… TAP… TAP…
GEDUBRAK…
GLINDING…. DUK… DUK… DUK
"Aduh, sakit. Senpai tolongin,"
Ternyata yang tadi itu suara Tobi! Oalah! Tuh
anak jatuh menggelinding di tangga. Karena
mereka semua terburu-buru dan jubah tobi yang
memang kebesaran membuatnya jatuh gara-
gara keinjek ujung jubah hitamnya sendiri. Dan
akhirnya… jeng… jeng… jatuhlah Tobi dengan
efek samping sakit pada kakinya dan kepalanya
yang menghantam dinding.
"Eh? Bunyi apaan, tuh?" ucap Pein curiga. "Siapa
di sana?" tanya nya lagi. Semua anggota Akatsuki
(-Pein) langsung gemetaran, bingung dan takut
kalau mereka ketahuan nguping. Tiba-tiba
muncul bohlam dari kepala Itachi.
"Meaow… aku kucing," ucap Itachi dengan suara
yang menyerupai kucing jadi-jadian. Menurut
sebagian orang bahkan author sendiri
menyadarinya, alasan yang dibuat Itachi
sungguh tidak masuk akal. Namun apa daya,
author tak kuasa dan mentok alasannya, ya itu
tadi. Ga masuk akal a.k.a gaje. Masa ada kata-
kata, 'Aku kucing'. Okey, back to the story!
"Oh, kucing," ucap Pein tak sadar. "Eh? Kucing
kok bisa ngomong?" tanya Pein bingung plus
cengok.
"Eh? Aku kucing stalker. Ih, apa yang ga mungkin
sih di jaman sekarang. Jangankan kucing bisa
ngomong, kucing lari saja bisa, kok. Meaow…"
lanjut Itachi ngawur masih dengan suara yang
dibuat-buat. Yang lain hanya bisa terkekeh dalam
hati.
Hebatnya, Pein bisa-bisanya percaya sama
omongan Itachi yang kelewat akal. "Oh, begitu
ya," ucapnya. Tanpa menghiraukan lagi, Pein
berjalan ke arah dapur. Sekedar membasahi
kerongkongannya yang kering sehabis berbicara
dengan kucing keriput jadi-jadian. *dibakar
Itachi*
Kesempatan baik itu, digunakan para Akatsuki
untuk kembali ke ruangan mereka berkumpul.
Sebelum Pein kembali tentunya.
"Ahaha… kau ini ada-ada saja, Itachi. Mana ada
jaman sekarang kucing bisa ngomong. Dongeng
kali, hahaha…" tawa Hidan. "Demi Jashin-sama,
ini sungguh aneh, ahaha…" lanjutnya.
"Sampai Kakuzu jadi dermawan dan rajin
menolong pun ga bakal ada," ledek Konan.
Kakuzu memonyongkan bibirnya. Biasa kesel.
*dicincang Kakuzu*
"Tapi, bisa-bisanya leader-sama percaya sama
omongannya Itachi-senpai!" ucap Tobi.
"Kebanyakan mikirin pearching kali," celetuk
Sasori yang langsung mengundang tawa
Deidara.
"Hahaha… leader-sama, leader-sama!" Deidara
geleng-geleng kepala.
(Catatan: Apabila kalian mencurigai
sesuatu, usahakan untuk menganalisanya
terlebih dahulu. Jangan mudah percaya
dengan alasan yang tidak masuk akal.)
'Oh, ternyata mereka, ya?' batin Pein yang
sekarang berada di balik pintu. 'Pantas saja tadi
ada kucing ngomong. Eh, ternyata si kakek
keriput itu?'
"Ekhem. Jadi, kucing hebat yang bisa ngomong
itu, Itachi ya? Ternyata jaman sekarang ada
kucing jadi-jadian yang keriputan, ya?" cibir Pein
yang langsung membuat semua yang berada di
ruangan tersebut terdiam namun tak terpaku(?).
Kisame yang berada di sebelah Itachi pun
menyenggol-nyenggol lengan Itachi, tapi Itachi
tetap tak bergeming. Merasa dikacangin Itachi,
Kisame melampiaskannya kepada Konan dengan
cara menendang-nendang kaki Konan. Berbeda
dengan Itachi, kali ini Konan membalasnya
dengan cara menginjak kaki Kisame. Alhasil,
Kisame hampir berteriak, tapi dengan sekuat
tenaga ia menahannya.
"Ku-kucing? Kucing apa leader-sama?" tanya
Itachi mengalihkan pembicaraan.
"Kucing jadi-jadian. Hiy… serem…" acting Pein
pura-pura ketakutan.
"Hiiiy…" ucap yang lain.
"Dan tampaknya ia berkeliaran di sini," ucap Pein
menakut-nakuti yang lain. Tampak semuanya
bergidik ngeri (-Pein), bukan takut karena cerita
Pein, tapi takut terhadap Pein yang auranya mulai
berubah. Pasti akan berakhir pahit, sepahit janji-
janji keramat Kakuzu. *ditabok Kakuzu*
'Bersiap-siaplah kalian! Tunggu saja besok,
hahahaha…'
….oOo…TBC…oOo….

24/05/12

Silabus Of Naruto Version

Chapter 1: Hp Terkunci
Diskliminer : Jika Naruto Punya saya, saya
pasti akan menikahi Mei Terumi.
Summary : Naruto dan Sasuke baru dari
kampung, dan mereka belum tahu
menggunakan HP. Bagaimana jadinya jika
mereka berdua membeli HP?
Warning : Typo, Drabble, Setiap Chapter
menuai isi yang berbeda, dan Setiap
Chapter Kurang dari 1000 kata.
The Portal transmission-19 Present
Tittle : HP Terkunci
Pagi Yang Cerah, terlihat di langit, bintang sedang
berterbangan dengan indahnya, dan burung-
burung berkelap-kelip dengan tidak elitnya(?)
Terlihat dua mahluk hidup bernyawa dan
bernafas, sedang duduk memandang awan
beserta banjir, longsor, dan tsunami Sweatdroop
yang tiada putus-putusnya dan tiada sambung-
sambungnya disaat memandang langit yang
entah sejak kapan penghuninya bertukar profesi
seperti yang anda baca pada kalimat pertama.
Entah ini mitos atau bukan, tapi, sejarah mencatat
bahwa ke dua mahluk tersebut sedang
mengalami penyakit yang paling mematikan
sejagat raya, yaitu penyakit 'Mati Gaya'.
Oke, langsung saja, mereka adalah Naruto dan
Sasuke, Puas Loe? Puas Loe Pada? *ngancungin
celurit*
Readers : Ni Author cari mati ya? *Ngancungin
gergaji mesin*
Skip The Crazy Schene
"Sas, Loe bosan, ya?" Tanya bocah blonde,
Naruto, sambil memandang wajah sahabat karib
sehidup setewas(?)nya, Sasuke.
"Hm," Jawab Sasuke seadanya.
"Yang bener, nih?" Tanya Naruto lagi.
"Hm,"
"Serius Loe?"
"Hm"
"Ah, masa sih?"
"Hm"
"Ngak ada jawaban lain selain 'Hm' Mu itu apa?"
Tanya Naruto Frustasi
Mendengar itu, Sasuke langsung menatap dalam
wajah Naruto, membuat wajah Naruto menjadi
biru seketika, bukan, bukan karena malu atau
apa, tapi karena memang sedari tadi, Si Naru
memang lagi kebelet boker.
"Hn," Jawab Sasuke dengan gumaman yang
malah lebih tidak jelas. Apa bedanya coba? Hm
sama Hn?
Setalah berhasil memulihkan emosinya dengan
berendam di pemandian air panas Neraka
Jahanam, akhirnya Naruto pun mulai angkat
bicara (lagi?).
"Eh, Sas, daripada kita mati gaya gini, mending
kita beli HP saja, kita kan baru dapat kiriman dari
orang tua kita dari kampung, gimana? Mau
ngak?" Tanya Naruto penuh harap.
Tak menunggu waktu lama, Sasuke pun berdiri
sambil berkata.
"Mari, kita hancurkan!" dan cukup membuat si
blonde bergubrak ria ke belakang.
Skip Time
Sekarang, Naruto dan Sasuke sudah berada di
depan konter HP. Tak menunggu lama, mereka
segera masuk ke dalam konter tersebut.
"Selamat siang menjelang sore. Ada yang bisa
kami bunuh? Eh, banting? Eh, salah lagi, bantu?"
Tanya Penjaga konter yang memakai Cadar
tersebut.
"Ehm, anu mas, saya mau beli hape." Jawab
Naruto agak sedikit gugup melihat wajah penjaga
konternya yang cukup membuat seekor Bayi
Tiranosaurus berhenti menangis.
"Oh, tentu saja, mau beli hp yang mana? Yang
bisa mencuci, bisa masak, bisa ngepel, atau yang
lain-lain?' Tanya penjaga konter tersebut dengan
tampang watadosnya.
"Mas, ini konter hape atau balai TKW sih mas?"
Tanya Naruto Frustasi, sedangkan si Sasuke
sedari tadi hanya diam saja memandang interaksi
yang sama sekali tidak jelas antara si penjaga
konter dengan sahabatnya, Naruto.
"Ehm, gini saja, gimana kalau anda lihat-lihat dulu
koleksi hape yang kami jual," Saran penjaga
konter tersebut sambil menahan emosinya.
"Hm, boleh juga," dan penjaga konter tersebut
akhirnya bisa juga menarik nafas lega.
Setelah sekian lama mencari, akhirnya,si
pasangan Dobe-Teme itu menemukan hape
pilihan mereka masing-masing.
"Mas, saya mau beli hape ini," kata Naruto sambil
menyodorkan hape dengan logo 'Burung lumba-
lumba yang ditampar ikan camar(?)' ke penjaga
konternya.
"Oh, oke, baiklah, kalau kamu, mau beli hape
yang mana?" Tanya penjaga konter tersebut
kepada Sasuke yang entah kenapa sedari tadi
hanya diam saja memandang interaksi antara
mayat hidup dengan hidup mayat!, hidup mayat!
Hidup mayat! Merdeka! Yeaaaahhh! *Jduak!Plak!
Bletak!*
Lupakan hal Gila di atas, Author lagi Strees!
Tanpa banyak bicara, dan juga tanpa bicara
banyak maupun bicara banyak tanpa, Sasuke
pun menyodorkan hape yang sedari tadi dia
pegang, hape dengan logo 'Tangan Kudisan',
berwarna merah jambu agak sedikit ke-pink-
pink-ngan, dan agak sedikit kemerah muda-han.
Sunguh pilihan yang sangat bijaksana, Sasuke!
Skip time, In Home
Sekarang, Sasuke dan Naruto sudah sampai di
apartemen mewah mereka (baca : sawang), dan
tanpa menunggu lama, mereka langsung
membuaka hp yang baru mereka beli dari
dosnya.
Entah sudah berapa lama mereka menikmati hp
baru mereka, dan ketika mereka sedang duduk
serius, tiba-tiba, Naruto berdiri dan menuju ke
pagar rumah, tentu saja sambil mendorong-
dorong pintu pagar tersebut.
Sasuke memperhatikan tingkah Naruto dari tadi,
yang tidak capek-capeknya memainkan pintu
pagar rumah, dank arena merasa risih, akhirnya
Sasuke pun angkat bicara
"Woe, Nar, sedang apa loe? Tidak ada kerjaan lain
apa?"
Menarik nafas sejenak, Naruto pun menjawab
"Duh, gue pusing sama hape gue nih Sas,
katanya kalau mau buka kunci, mesti tekan oke
lalu tekan pagar, nih dari tadi saya tekan pagar,
kunci hp saya belum terbuka-buka juga,"
Mendengar hal itu, Sasuke langsung menarik
nafas panjang, kemudian berkata dengan nada
yang sangat sedih.
"Masih mending kamu Nar, nah gue, disini ditulis
jika ingin membuka kunci, tekan Ok lalu tekan
'Bintang', gimana caranya coba?"
Bersambung

Chaos

Gadis berambut secerah mentari itu duduk
menghadapi tumpukan dokumen. Jemari
lentiknya membalik tiap lembarnya demi
menelusuri tiap fragmen. Sesekali sepasang
gendewa miliknya bertaut manakala mendapati
sejumlah fakta yang tak koheren . Tak seberapa
jauh darinya, rekannya menelungkupkan wajah
di atas meja dengan indolen.
"Oi, sudah belum?" tanya pemuda itu sedikit tak
sabar.
"Sebentar lagi, Shika. Ada begitu banyak hal yang
belum kupahami soal materi ini," gumam si
cantik bermata biru itu pada rekannya.
Pemuda bermata legam itu menguap,
membiarkan Ino—gadis pirang itu—tenggelam di
antara tumpukan dokumen yang baginya terasa
merepotkan. Mereka sudah berada di sini sejak
pukul sembilan. Namun gadis itu masih saja
bertahan. Sungguh, terkadang resistensi seorang
wanita membuat Shikamaru terheran-heran.
Misalnya dalam hal membaca fakta sejarah yang
sungguh membosankan.
Ugh, andai saja Shikamaru bisa sedikit lebih
memahami, Ino juga tak sudi lama-lama
'bercinta' dengan dokumen ini. Jika bukan karena
guru sejarah mereka, Ino akan memilih pergi
berbelanja atau uhukkencanuhuk dengan Sasuke
sebagai preferensi.
Guru sejarah—dengan rambut berkilau ala gadis
Sansilk-nya—memberinya sebuah tugas yang
kata Shikamaru merepotkan. Tapi tugas ini
memang harus ia kerjakan jika ingin
mengkonversi nilai tiga dalam pelajaran
sejarahnya menjadi angka delapan. Hyuuga-
sensei memang hanya memintanya
mempresentasikan materi tentang Jepang pasca
Pertempuran Okinawa yang berakhir dengan
sebuah kekalahan.
Terdengar sepele andaikata Pak Guru gondrong
itu mengijinkannya menggunakan metode
konvensional.
Ino menggigit bibirnya perlahan. Tak terhitung
lagi berapa kali ia hendak meremas rambutnya
dengan gemas andai tak ingat berapa biaya
perawatan rambut yang nanti harus dikeluarkan.
Sebagai gantinya, ia hanya menggenggam
pulpen yang sebentar lagi pun akan remuk tak
beraturan.
"Belum beres juga?"
Suara dingin campur arogan tapi sebenarnya
merepresentasi perhatian dilontarkan pemuda
yang tak diragukan lagi memiliki anggaran
khusus untuk gel rambutnya. Pemuda bermata
selegam pantat panci itu melangkahkan kaki
mendekati gadis Yamanaka. Ia melipat tangannya
di depan dada meski sebenarnya sudah sangat
ingin membelai surai pirang di hadapannya.
Salahkan saja pemuda jelmaan koala yang
keberadaannya membuat pemuda jabrik itu
merasa perlu menjaga image-nya.
Uchiha Sasuke—nama pemuda jabrik bermata
selegam pantat panci itu—adalah pacar Ino.
Fangirls-nya memuja pemuda itu karena
kecemerlangan otaknya dan wajahnya yang bak
Dewa Apollo. Ia adalah putra Uchiha Fugaku,
pemilik pabrik elektronik terbesar di daerah Kantō.
"Pusing." Gadis itu mengeluh, memijat pelipisnya
bak tokoh utama telenovela yang bingung harus
memilih Joaquin atau Alejandro. Peluangnya
memperbaiki nilai sejarahnya sudah sama
tipisnya seperti frekuensi harapan melihat Sasuke
goyang poco-poco. Hah, memang tidak
nyambung—dan tidak mungkin terjadi kecuali
Sasuke tiba-tiba makan keong racun—tapi itulah
yang tengah menari-nari di kepala Ino.
"Memangnya presentasinya soal apa sih?" tanya
Sasuke sembari duduk di antara Ino dan
Shikamaru yang sibuk berpetualang di dunia
utopia. Satu tangannya ia jatuhkan di atas tangan
kiri Ino sembari menanti jawaban darinya.
Wajahnya tetap terlihat (sangat) tenang meski
hatinya tengah menari-nari dengan background
pelangi sembari berteriak-teriak kegirangan, "Yes!
Gue berhasil megang tangan Ino tanpa keliatan
OOC."
Taktik yang sungguh awesome, Sasuke.
"Di sekolahku dulu tidak ada pelajaran seperti ini.
Aku tak pernah mengira, sejarah Jepang ternyata
semerepotkan ini." Ino sedikit mengutip kata-kata
sahabatnya.
"Lalu, cara seperti apa yang akan kaugunakan
untuk presentasi nanti?" tanya Sasuke.
Ino mendesah pelan, sedikit gemas melihat
Sasuke yang bukannya membantu tapi justru
membuatnya makin penat. Untuk apa ia masih
berkutat di perpustakaan jika ia sudah punya
metode yang tepat? Ugh, untuk urusan sejarah
logikanya memang betul-betul mampat.
"Ino-butachan..." Tanpa menoleh pun Ino tahu
suara (kelewat) riang itu pastilah milik temannya
yang berambut merah jambu. Ia mendekati Ino
setelah memasang cengiran dengan
mengacungkan jari telunjuk dan jari tengah
sebagai tanda damai dengan penghuni
perpustakaan yang rata-rata memang kutu buku.
Sakura merangkul gadis pirang itu, mengabaikan
Sasuke yang mendelik karena kesempatannya
memeluk Ino sudah diserobot si mata hijau.
"Berisik, Forehead." Ino menunjuk Shikamaru
yang merasa tidurnya diinterupsi sebelum ia
mendapatkan ciuman dari Temari—dalam mimpi
tentu saja.
Sekali lagi Sakura membentuk tanda peace
dengan kedua jari ke arah pemuda yang baru
terbangun dari mimpi. Ia masih merangkul bahu
Ino yang seakan memberi fan service bagi
penggemar yuri. Sakura tak peduli. Setengah
menarik tangan Ino, ia berkata, "Ayo, pergi. Luis
Vuitton sale hari ini!"
"Tidak bisa," sergah Sasuke, "Ino harus
menyelesaikan tugas remedial sejarah dari
Hyuuga-sensei." 'Dan harus kencan denganku
setelah tugasnya selesai.'
"Tinggal dikerjakan saja, kan? Apa susahnya sih?
Kan masih bisa dikerjakan nanti. Ayolah," bujuk
Sakura.
DafuQ did I just hear?
"Susah, Forehead. Susaah~" ungkap Ino mulai
OOC. "Kau kan tahu separah apa pengetahuan
sejarahku. Di US, aku tidak belajar materi seperti
ini. Belum lagi, Hyuuga-sensei menolak metode
konvensional dalam presentasiku."
"Minta bantuan Hinata saja kalau begitu. Dia kan
anak Hyuuga-sensei dan memang pintar dalam
pelajaran sejarah," usul Sakura. "Aku pulang dulu
kalau begitu. Aku harus cepat-cepat ke boutique
sebelum drama favoritku ditayangkan jam empat
nanti!"
Lingkar sewarna lazuardi milik Ino membulat. Ia
menahan lengan Sakura yang sudah akan
berjingkat. Oh, sepertinya Sasuke memang tak
bisa meremehkan kegigihan seorang wanita
yang akan memburu sale dengan semangat.
Mungkin ia memang harus bertindak cepat kalau
tidak ingin ...
"Ada apa? Mau nitip, Pig?" tanya Sakura. Insert
senyum kemenangan dengan dugaan Ino akan
meninggalkan tugas demi berburu busana dan
pernak-pernik bersamanya.
"Kau jenius, Forehead! Pacaran sama Naruto
ternyata membuatmu jenius!" puji Ino.
Sasuke mendelik tak setuju dengan ucapan Ino.
Seingatnya Sakura tak mengatakan apapun yang
terdengar 'wow'. Seandainya iya pun, pasti tak
ada sangkut pautnya dengan Baka-Dobe Naruto.
Matanya melirik Sakura yang tengah melongo.
"Hohoho ... aku memang sudah jenius dari dulu,
Pig. Kau saja yang baru menyadari. Hahaha..."
Sakura tertawa. Tak masalah jika ia tak mengerti
ucapan sahabatnya. Jarang-jarang Ino
memujinya, jadi apa salahnya jika ia
menikmatinya.
Sakura tak pernah menyadari, kejeniusannya
telah menyeret dirinya dan teman-temannya ke
dalam sebuah malapetaka.
.
.
.
Zaman dahulu kala, ada seorang pangeran yang
sedang mencari cinta. Beribu gadis mendekati,
tetapi hati sang pangeran hanya tertambat pada
gadis di seberang benua. Bak kuncup sakura
yang merekah dengan sempurna, gadis itu pun
memiliki perasaan yang sama. Gadis itu rela
menyeberangi lautan demi bersama pangeran
tercintanya. Tapi semua berubah ketika Negara
Api menyerang Konoha.
Alis bak ulat bulu milik Lee bertaut dengan
sempurna. Pemuda yang didaulat menjadi
sutradara dadakan itu mengacungkan jempol
pada pemuda berambut dirty blonde di
hadapannya. Oh, ya, jangan lupakan senyum ala
bintang iklan pasta gigi yang menyilaukan mata.
Naruto mengepalkan tangan ke depan dada. Pose
ala succes kid yang diconteknya dari sebuah situs
humor dari Amerika. Tapi senyum lima jarinya
tak bertahan lama ketika kepala kuning
kesayangan (dan satu-satunya) dijitak si bungsu
Uchiha.
"Baka! Dramanya tentang keadaan pasca
kekalahan Jepang di Pertempuran Okinawa pada
tahun 1945," ujar Sasuke.
"Nanti gampang kok diarahkan ke sana. Kata
Sakura-chan, yang penting ada romance-nya.
Kan bagus sekalian mengeratkan hubungan
kalian berdua," kata Naruto dengan wajah (sok)
polos tanpa dosa padahal dalam hatinya sudah
sangat ingin melihat Sasuke merayu wanita
dengan kata-kata super manis bak
monosakarida.
"Benar, Sasuke. Aku yakin pacarmu akan
mendapat nilai tinggi. Drama itu tontonan yang
menarik, lho. Buktinya drama Kupinang Kau
dengan Biskuat memperoleh rating tinggi dalam
setiap episodenya," tambah Sakura.
Oh, terkadang Sasuke melupakan sebuah fakta.
Wanita dan drama adalah sahabat sejati yang
gemar membuat laki-laki mau tak mau
menurunkan harga diri mereka. Terkutuklah
drama sialan yang membuat Sakura nyaris
menggiringnya menjadi aktor telenovela.
Untung saja baru nyaris, karena Hinata dan Gaara
datang untuk menyelamatkan harga diri keluarga
Uchiha.
Kekalahan beruntun yang dialami Jepang
membuat Kantaro Suzuki larut dalam dilema. Tak
ada jalan jalain kecuali menyerah tanpa syarat
sebelum sekutu menyerang dengan tambahan
partisipasi pasukan Rusia. Di sisi lain, syarat
kapitulasi Jepang yang tertuang dalam Deklarasi
Postdam terasa tak adil bagi mereka. Ia yakin
pihak Sekutu—terutama Amerika—sangat
berambisi membawa Jepang berada di bawah
intervensinya. Bagi Amerika, Jepang bisa menjadi
aktiva berharga untuk melawan musuh masa
depan mereka, Rusia.
"Kami membaginya menjadi empat babak. Babak
pertama adalah saat-saat awal kekalahan Jepang
dari Allied Force. Babak kedua menjelaskan
tentang kesalahpahaman Amerika terhadap
kebijakan mokusatsu yang menyebabkan
Amerika menjatuhkan bom atom di Hiroshima
dan Nagasaki. Babak ketiga intervensi Amerika
dan Restorasi Showa. Babak terakhir adalah
gambaran Jepang pasca Restorasi Showa."
Hinata menjelaskan sinopsis naskah dramanya
tanpa terbata. Gadis yang terkenal pemalu itu
baru terlihat gugup saat semua mata
memandangnya.
"A-ada apa?" Ia sedikit meremas ujung jaket
panda merah—coret—Gaara. Sebagai pacar yang
oportunis, Gaara justru memanfaatkan
kegugupan Hinata untuk merangkul bahu
kekasihnya. Mengusapnya, memberi sedikit
ketenangan untuk Hinata.
Ino memandanginya dengan sejumput
kekaguman yang terefleksi dari manik sewarna
lazuardi. Ia melompat, memeluk gadis yang
bahkan masih berada dalam rangkulan panda
mini. Gadis berambut indigo itu tak bereaksi,
setengah tak mengerti.
"Sugoi! Aku suka. Dramanya sejarah banget!"
pekik Ino kegirangan.
Sasuke seiya sekata dengan gadis Yamanaka. Ini
baru drama! Itulah yang diteriakkan hatinya. Yah,
setidaknya ia tak akan berperan sebagai pangeran
telenovela pemuja cinta. Bagi Sasuke, kisah
romansanya terlalu eksklusif sehingga hanya
cocok dinikmati berdua saja. Cukup Ino saja
yang tahu bahwa dirinya yang terkenal dingin
seperti kutub utara nyatanya juga gemar
menebar seduktif yang membuat gadisnya
merona.
"Ta-tapi peran yang dibutuhkan kebanyakan laki-
laki." Hinata terlihat sedikit ragu.
"Tidak apa-apa, Hinata. Tidak apa-apa..." Ino
menepuk-nepuk bahu putri guru sejarahnya.
Yah, mungkin akan ada properti tambahan untuk
keperluan crossdressing dalam drama. Tapi tak
mengapa. Itu bukan hal yang sulit baginya.
Karena masalah utamanya terletak pada
penguasaan materi sejarahnya. Dan masalah itu
nyatanya telah berhasil ditangani Hinata. Hanya
tinggal merealisasi naskah ini dengan sebuah
karya yang memesona.
.
.
.
Sasuke memerhatikan penampilan barunya di
depan kaca. Tak ada kemeja Konoha Gakuen atau
T-Shirt yang membalut raga. Yang ada hanyalah
setelan jas berwarna gelap sebagai busana.
Tambahkan kumis tebal—tentu saja palsu—di
atas bibirnya. Terakhir adalah kacamata bulat
yang bertengger dengan manisnya.
Penampilannya yang (sangat) un-Uchiha itu
masih dikatakan normal jika menilik kabar surai
legam miliknya.
Sungguh, siapapun akan sangat menghargai
usaha Temari yang mati-matian menahan tawa.
Kakak Gaara ini memang didaulat menjadi penata
rias dalam film dokumenter yang bergenre
historical dan drama. Gadis yang tengah diincar
Shikamaru ini merasa terhormat menjadi orang
pertama yang melihat penampilan minim rambut
sang Uchiha.
"Kau terlihat err ... berbeda dari biasanya, Uchiha-
san," komentar Temari.
"Hn..." Sasuke hanya menggumam.
'FFUUU...'
Mungkin kata tanpa makna tak jelas itulah yang
sebenarnya lebih mewakili hati Sasuke yang
sudah sangat ingin membanting meja atau
sekedar menjeduk-jedukkan kepala.
"Sasuke~" Ino menyerobot masuk, setengah
ingin memamerkan seragam militer lengkap
dengan topi sesuai dengan perannya sebagai
seorang jenderal yang mewakili Amerika
menduduki Jepang.
Tak jauh berbeda dengan respon Temari, gadis
itu terpana. Manik kebiruannya menatap Sasuke
dari ujung kaki hingga ujung kepala. Tak sampai
lima detik, gadis itu tertawa.
"Hahaha ... Sasuke-kun~ lucu deh. Kebapakan
banget!" ujarnya dengan wajah berseri-seri.
"Hn ... Sudah, ayo kita mulai shooting-nya,"
tukas Sasuke mati-matian menjaga image cool-
nya.
Masih dengan setengah tertawa, pasangan itu
melangkahkan kaki menghampiri teman-teman
mereka yang sudah menanti. Reaksinya takkan
berbeda dengan Ino dan Temari andaikata
pemuda Uchiha itu tak lebih dulu melempar
death glare yang meredam nyali.
"Kau terlihat keren tanpa rambut landakmu,
Uchiha." Gaara—satu-satunya oknum yang masa
bodoh dengan death glare Sasuke—
berkomentar. Sungguh, Sasuke bisa merasakan
aksentuasi bermakna ejekan dari sintagma yang
terlontar. Sungguh, jika saja situasinya tak
serumit ini, minimal tangkai sapu di dekat
pintulah yang akan ia lempar.
"Yosh! Semuanya bersiap, ya~" Lee memberikan
komando dengan semangat masa muda yang
benar-benar membara.
Babak 1
Pemuda itu memaksakan diri merangkak ke balik
batu. Iris cokelatnya memindai dengan cepat
posisi Tentara Sekutu. Ia tak mengindahkan likuid
pekat yang menodai baju. Yang dilakukannya
hanyalah mata yang mengintai dengan jemari
yang siap menarik picu. Mencari sasaran yang
tepat sebelum memuntahkan peluru.
Dor! Dor!
Boom! Boom!
Desingan peluru berpadu dengan dentuman
keras di segala arah. Napas pemuda itu semakin
terengah-engah. Tetapi di pertempuran terakhir
ini, pemuda ini tak ingin menyerah. Pasukan
musuh itulah yang harus pulang dengan status
kalah. Sebuah harapan yang harus terwujud jika
tak ingin harga diri bangsanya terjajah.
Dengung Pasukan Kamikaze turut berpartisipasi
dari udara. Pemuda itu tahu, tak butuh waktu
lama bagi pasukan itu untuk menabrakkan diri
pada kapal-kapal destroyer milik Amerika.
Memang terkesan gila, tapi itulah satu-satunya
cara jika mereka ingin menjaga peluang untuk
menang dari pihak musuh yang semakin lama
semakin kuat saja.
Pemuda itu tahu pemerintahnya tengah
memikirkan kemungkinan untuk
menandatangani kapitulasi. Tapi menandatangani
kapitulasi tanpa bekal sebuah kemenangan di
tangan justru berpotensi membuat bangsanya
merugi. Karena itu, sebuah kemenangan adalah
harga mati.
Dentuman besar kembali terdengar dari sisi barat
daya. Sepertinya pesawat-pesawat itu telah
menghantam kapal-kapal perang milik musuh
mereka. Tak mau ketinggalan dari rekannya,
pemuda itu mengangkat senjata. Menarik
pelatuknya dan mengarahkannya pada Tentara
Sekutu yang terlihat oleh mata.
Dor! Dor! Dor!
Butir-butir timah panas menghujani tubuh sang
pemuda. Seorang pemuda lain dengan mata
sebiru samudra menyeringai puas melihatnya.
Sungguhpun ia mengagumi semangat tempur
bangsa Asia, tapi Jepang memang tengah berada
di titik nadirnya.
Tak mau berlama-lama, pemuda dari Angkatan
Darat Amerika Serikat itu kembali menarik picu.
Mengedarkan matanya untuk mencari mangsa
baru. Karena di tanah Asia inilah, bangsanya akan
menancapkan kuku.
.
.
.
Dua orang pemuda duduk di bawah pohon
angsana yang terletak di halaman barak tentara.
Seorang tengah mengecek kondisi laras
panjangnya sementara rekannya terlihat tengah
memasang sangkur di ujung senjata. Keduanya
terlihat berbicara kendati tangan sibuk bekerja.
"Aku tak percaya, pertempuran di Okinawa itu
tak berhasil kita menangkan." Pemuda bermata
hijau dengan jidat lebarnya yang sedikit mengilap
akibat keringat terlihat mengajak rekannya
berbicara, "Cih, padahal selama ini tak sekalipun
Pasukan Kamikaze menderita kekalahan. Sayang
kita tak ditugaskan ke sana saat itu."
"Ka-karena tugas kita memang untuk
mengamankan Tokyo. Siapa yang tahu kalau
tiba-tiba Tentara Sekutu menyerang wilayah ini? "
Rekannya yang bermata lila—dengan aksennya
yang terdengar sedikit feminin—menimpali.
"Memang kurang ajar Sekutu itu!" Pemuda
bermata hijau itu mengangkat senapannya
dengan semangat membara.
"Tapi kita memang tak punya banyak pilihan,
Saku ... Sakumoto-san. Meskipun Korechika
Anami-sama bersikeras untuk melawan,
keselamatan rakyatlah yang menjadi taruhan."
Pemuda bermata ungu itu meletakkan
senjatanya, "Ku-kudengar Uni Soviet menolak
pembaharuan Pakta Netralitas. Jika kita menolak
untuk berdamai, ku-kurasa mereka akan segera
mengambil tindakan."
"Hei, setidaknya perjanjian itu masih berlaku
sampai tahun depan, kan?" Pemuda bermata
hijau itu terlihat berpikir, "Ugh, tak bisa
kubayangkan kalau Uni Soviet ternyata juga
berniat menyerang."
Rekannya tak memberi jawaban. Pemuda itu
menggigit bibir bawahnya, seakan merasa sedikit
sesak akibat sebuah tekanan. Mengabaikan rasa
sesak itu dalam dua detik, ia kembali fokus
memeriksa sangkur yang terpasang di depan
senapan.
"Cut!" Lee berseru dengan bantuan toa pinjaman
dari Itachi—yang kerap digunakan yang
bersangkutan tiap kali melakukan aksi unjuk rasa.
"Sakura-chan~ pegang senapan itu bukan begitu
caranya. Dan Hinata, dialogmu kurang
meyakinkan," komentar Lee pada dua tentara
gadungan itu.
Yah, itulah sebabnya tentara yang satu punya
warna mata yang kurang serasi dengan rambut
gelapnya sedangkan yang satu lagi terlihat terlalu
lemah lembut. Tentu saja karena peran tentara
yang (seharusnya) sangar dan menakutkan itu
diambil alih oleh kedua gadis yang sama-sama
imut.
"Terus gimana dong, caranya. Aku kan nggak
ngerti. Mana kutahu caranya pegang senapan,"
timpal Sakura.
"Sini deh, biar aku yang ngajarin." Lee
mengacungkan jempol, terlihat bersemangat
mengajari gadis berambut pink itu cara
memegang senjata dengan baik dan benar.
"Minggir, sana. Urusan ini biar aku yang
menangani," sergah Naruto sembari merebut AK
47—senjata buatan Rusia—yang sebenarnya
merupakan sebuah penyesatan mengingat
negara asal pembuat sekaligus tahun
pembuatannya yang meleset dua tahun dari latar
film ini. Pemuda berambut bak durian inilah yang
tadi berperan sebagai Tentara Sekutu yang
menembak Tentara Jepang yang diperankan
dengan baik oleh Kiba.
"Hoi, aku minta minumnya, ya!" Kiba berseru tak
jauh dari lokasi 'kematiannya' tadi. Sepertinya
pemuda Inuzuka inilah satu-satunya partisipan
yang melaksanakan tugas dengan sepenuh hati.
Yah, setidaknya imbang dengan banyaknya
snack skubi yang diberikan Ino untuk Akamaru.
"Go-gomenasai," Hinata menundukkan kepala
tanpa berani memandang ke arah Lee.
"Hahaha~ tidak apa-apa, Hinata. Kau hanya perlu
sedikit berusaha lagi," komentar Lee.
"Ah, iya. A-arigatou, Lee-san."
"Hei, Yamanaka. Memangnya kau tidak punya
baju yang lebih sesuai untuk pacarku? Memakai
korset itu menyebalkan, tahu!" tukas Gaara.
"Aku juga sama, Gaara," ujar Ino, "mau
bagaimana lagi? Tanpa benda yang kausebut
menyebalkan ini, kami akan terlihat seperti tentara
yang kelebihan massa otot di dada. Kecuali kalau
kami punya tubuh kutilang darat seperti ... "
"BICARA LAGI, KUBUNUH KAU, PIG!"
.
.
.
Sasuke memberikan sekaleng jus tomat dingin
pada gadis yang sedari tadi sibuk membolak-
balik naskah drama. Ada kegugupan yang tersirat
dari gadis yang sehari-harinya terlihat ceria.
Sasuke mafhum mengingat sebentar lagi muncul
mengisi kekosongan peran yang ada. Maklum,
tak banyak teman yang terlibat dalam proses
pembuatan filmnya. Karena itu, beberapa dari
mereka mendapat peran ganda.
Seperti kali ini, ia berperan sebagai Vyacheslav
Molotov—Menteri Luar negeri Uni Soviet—yang
ditemui duta besar Jepang demi membicarakan
upaya mediasi untuk mengakhiri perang.
"Oi, Ino! Kau sudah siap? Kami menunggumu
untuk scene selanjutnya!" panggil Lee dengan toa
wasiat Itachi.
"Sebentar, Lee. Beri aku waktu beberapa menit
lagi untuk menghafal naskahnya," ujar Ino.
Lee mengangguk-anggukan kepala pertanda
mengerti. Sementara gadis bermata sebiru
samudra itu fokus pada deretan kalimat yang
tersaji. Bukan hal yang sulit untuk dihafal, tetapi
baginya sulit untuk dimengerti.
Naskah di tangannya memang menitiberatkan
pada rencana konkrit untuk mengakhiri perang.
Kaisar dan keenam menteri mulai memikirkan
perjanjian damai setelah berbagai kekalahan yang
membayang. Di scene yang sama, Sasuke juga
akan tampil sebagai Perdana Menteri Jepang.
Sekalipun tahu mereka tak punya banyak pilihan,
tetapi Jepang menghendaki penyelesaian yang
lebih baik dari sekedar menyerah tanpa syarat.
Mereka menunjuk delegasinya untuk menggiring
Uni Soviet pada sebuah persahabatan erat.
Setidaknya negara itulah yang diharapkan mau
dan mampu membujuk Sekutu-Sekutu Barat.
"Vyachelsa ... ah, namanya susah sekali,"
keluhnya.
"Vyacheslav Molotov," ralat Sasuke, "Vya-ches-
lav Molotov."
Ino memasang ekspresi cemberut, "Ugh,
Sasuke-kun menganggapku seperti anak TK, ya?
Tidak perlu dieja begitu, aku tersinggung."
"Tidak perlu cemberut begitu, Sayang." Sasuke
menurunkan nada suaranya ketika menyebut
kata terakhir, "Ini agar kau lebih mudah
menghafal namanya. Nama memang Rusia itu
memang sedikit sulit dibaca bagi orang yang
terbiasa."
Ino sedikit tersentak ketika jemari Sasuke tergerak
membelai pipi kanannya. Semburat kemerahan
sontak terlihat di kedua belah pipinya. Tak perlu
waktu lama, sebuah kecupan lembut didaratkan
Sasuke di pipi gadisnya.
"Berusahalah. Kau lebih dari mampu untuk
melakukannya," ucapnya.
Bagi Ino, kecupan dan ucapan itu adalah
representasi dari injeksi semangat. Terbukti kini
semangatnya naik berkali-kali lipat. Manik
kebiruannya kembali fokus pada naskah yang
sempat membuatnya penat.
"Lee, aku sudah siap! Ayo, kita lanjutkan
shooting-nya," ucap Ino.
Lee mengacungkan jempolnya, menyambut
semangat Ino dengan penuh sukacita. Sementara
Sasuke hanya mengulum senyum tipis
mendapati semangat kekasihnya kembali
membara.
Karena itulah yang diharapkannya.
.
.
TBC
.
.
Keterangan :
1. Kanto adalah wilayah di Jepang yang terbagi
atas 7 prefektur yaitu : Gunma, Tochigi, Ibaraki,
Saitama, Tokyo, Chiba dan Kanagawa.
2. Pertempuran Okinawa terjadi selama bulan
Maret-Juni 1945
3. Tanggal 5 April 1945, Uni Soviet menolak
untuk memperbaharui Pakta Netralitas yang tentu
saja membuat Jepang semakin waspada dengan
kemungkinan lawan berlapis, meskipun pakta itu
seharusnya tetap berlaku hingga setahun
kemudian.
4. Tanggal 30 Juni, Menteri Luar Negeri Shigenori
Togo mengutus Duta Besar Jepang untuk
Moskva agar melakukan pendekatan untuk
merangkul Uni Soviet sebagai mediator dengan
Sekutu-Sekutu Barat.
Akhirnya, bisa publish tepat waktu. Sungguh
benar-benar sesuatu mengingat proses
pengerjaannya yang bagi saya agak terburu-
buru. Maklum, beberapa kali fic ini mengalami
bongkar-pasang scene dan pengurangan ini-itu.
Wew, pada intinya saya cuma mau sedikit
mendongeng tentang kapitulasi Jepang saat
Perang Dunia kedua. Cakupannya saya batasi dari
pasca Pertempuran Okinawa sampai beberapa
tahun setelah Restorasi Showa. Dan soal bahasa,
maaf kalau ada kesan kontradiktif dari bahasa
super santai bin abalita tiba-tiba berubah jadi
(sok) serius yang terkadang bikin sakit kepala.
Dan buat Sorella, yah cuma segini deh
kemampuan saya. Mohon diterima apa adanya.
Silakan di-concrit kalau kurang mengena (asalkan
jangan minta tambah jatah romens-nya. Sorella
tahu romens bukan 'mainan' saya).
Terakhir, terima kasih sudah menyempatkan diri
membaca fanfiksi ini. Jika tidak merepotkan, kotak
ripyu saya masih cukup luas untuk menampung
segala atensi.
Molto Grazie ^^

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | SharePoint Demo