Sasuke melamun di pinggir trotoar. wajah
kecenya terpantul di becekan, begitu rapuh, dan
lecek. Ia menghela napas sesekali. Melepas topi
birunya dari kepala dan menutupi wajahnya
dengan topi tersebut, sementara tangannya yang
kiri membentuk kepalan dengan sisa jari telunjuk
yang mengacung. Niatnya sih, mau ngupil
nyumput-nyumput. Tapi, apa daya. Klakson dari
mobil losbak sanggup membuatnya batal
melakukan rutinitas bersihin hidung dan refleks
menyingkirkan topinya dari wajah sementara
cipratan air cokelat mengenai wajahnya.
"ANJRIT!" ia menjerit kaget.
Untunglah cuman mukanya yang disemprot.
Sebenarnya dia pengen banget berlari ke tengah
jalan, berhenti di depan mobil losbak yang udah
nistain wajahnya dan loncat ke atas kap losbak
tersebut sambil teriak di depan kaca, "PERSETAN
LOE! CUCIIN MUKA GUA!"
Tapi apa daya, kemiskinan membuat nyalinya
ciut.
Yah, emang gak nyambung. Tapi, Sasuke pikir,
kehidupannya sebagai mahasiswa yang rentan
kelaparan dan kurang mandi menimbulkan efek
samping minder dan malas cari masalah lebih.
Sekarang yang tersisa di kantung bajunya hanya
ada lembaran Patimura berkostum Batman.
Dengan pandangan orang susah, ia bentangkan
uang yang pinggirnya udah sobek dan ada
coretan nomor teleponnya itu. kemudian,
berpikir—
Mungkin—hari selasa, dia bakal gambar
kostumnya Michael Jackson buat Patimura.
Salah ego…
Sasuke lagi mikir, kira-kira berapa jumlah onggok
cireng dan tahu bulet yang bisa dia beli dengan
uang segitu banyak?
Kebetulan, tukang gorengan lewat. Sasuke
mesem-mesem doang pas ngeliat harga 'tiga
ribu empat' tertempel jelas di gerobak abang-
abangnya. Kalo aja beli gorengan boleh pake
nawar …
Sasuke nunduk lagi di trotoar. uangnya ikutan
nunduk di bawah selangkangan Sasuke. Dia
males banget balik ke kosan, karena nona
menopause pirang dengan tato wajik di jidatnya
sudah menunggu di depan gerbang dengan dua
sapu yang berdiri dibelakangnya seperti bayang-
bayang. Ngebayangin Tsunade mencongkel
kedua lubang hidungnya dengan ujung sapu
karena masalah telat bayar, benar-benar sangat
mengerikan. Sekali lagi, ia pandangi Patimura-nya
dengan mata nanar. Berharap duit itu berganti
kelamin menjadi warna merah, Soekarno-Hatta.
.
.
.
.
.
.
Title : Balada Bersama
Genre : Humor/Parody
Rate : T+ (for some of bad language)
Warning : OOC maximum, AU, setting
Indonesiawi (?), bahasa non-baku, plot jet
coaster, percakapan Elo-Gue, ending maksud,
rada freak.
Summary : Sasuke adalah, kesialan yang
berjalan. Semua ini berawal dari seonggok
bumbu mie soto, dan berakhir dengan kegilaan.
Naruto © Masashi Kishimoto
Fanfic iseng ini © Vujisaki Vuun
.
.
.
.
.
.
Merasa gak kenyang kalo beli gorengan dengan
uang tiga ribu, Sasuke muter arah jalannya dan
mencari warung kecil. Ia duduk di sebuah warteg
dengan wajah berwibawa. Ibu-ibu warung yang
ngeliat Sasuke masuk langsung kepelet dengan
pesona 'sempakuler' dari keturunan Uchiha
tersebut.
"Bu, beli—" Sasuke nunjuk sebuah etalase
berjejerkan bungkus mie merk 'Cap Burung
Betet, "Mie sotonya satu, sama telur satu,"
ibu-ibu itu memicingkan matanya sejenak. Gak
percaya ada orang melarat seganteng ini.
"Di masak disini gak mas?" Sasuke gondok,
disangkain mas-mas. Tapi toh, dia tetep acuh
dan lebih memprioritaskan urusan perutnya
sebagai emergency nomor satu.
"Kalo dimasak, bayarnya nambah ga?"
Ibu-ibu dengan rambut ikat tinggi itu
memanyunkan bibirnya sepuluh jengkal.
"Ya Jashin... Gas, minyak sama air keran gitu-gitu
juga ada harganya, mas. Ya bayar lah. Tiga ribu."
'Wanjrit!' pekik Sasuke dalam hati.
Ia melirik pelan kedalam saku bajunya. Ada
wajah Patimura nyengir disana, dengan seringai
ejek.
Ah, kudakudaantimezone.
"Kalo ga dimasak, berapa?"
"Dua ribu lima ratus,"
Dengan sumringah, Sasuke keluarkan duitnya
dan memilih option kedua tanpa ragu. Kembalian
lima ratus perak yang Sasuke dapat, ia gunakan
untuk membeli kerupuk putih. Tak lupa ia
habiskan air putih yang tersedia di mejanya
sebelum ia benar-benar meninggalkan warung
tersebut.
Untunglah, air mineral itu gratis. Sasuke cuek
meskipun kepergiannya diiringi dengan sorot
mata setajam pisau daging. Toh, dia bisa balas
menyorot si ibu dengan tatapan super panas
sepanas neraka bocor.
Keluar dari warung, matanya kembali menelusur
ke ujung jalan di kanan-kirinya. Sasuke labil,
entah harus pergi ke kosan Sakura, Naruto, atau
Suigetsu buat masak mie sama telornya. Yang
jelas, dia ga bakal pulang sebelum perutnya
kenyang. Minimal, bogem mentah dari Tsunade
gak bakal pedih-pedih amat lah kalo perutnya
udah keisi.
Akhirnya dia putuskan untuk belok ke gang
sempit, tepat dimana kosan Neji—karibnya—
bersemayam dibalik bayang-bayang tembok
kumuh. Yah memang, lingkungan tempat Neji
tinggal sangat busuk, tapi kamar kosannya,
sepuluh kali lipat lebih rapi di bandingkan kamar
kosan si mas-mas yang jadi tokoh utama kita.
Sasuke—bahkan sering menginap di sana,
numpang tidur, numpang mandi, geletakkan
dilantai, sekedar merasakan bagaimana
senangnya tinggal di rumah bersih.
Kalau sudah kaya nanti, Sasuke jadi kepikiran
buat merekrut Neji sebagai—calon pembantunya,
kelak.
Entah 'kelak' tersebut bisa terwujud atau tidak.
TING TONG
.
.
.
TING—
TONG—
.
.
.
TINGTONGTINGTONGTING—
"Sabar woyyy!" seonggok laki-laki berambut
barbie Asia, keluar sambil mengusap-usap
dahinya dengan lap keabuan, "Wanjrit! Ada taplak
meja warteg!" semprot Neji, OOC.
"Elu tuh, keset rumah makan!" Sasuke ikutan
meracau ga mutu.
"Ngapain lu kesini?" saking fokusnya dengan
sosok Sasuke yang ada di depan pupil putihnya,
Neji sampai tidak sadar kalau lap yang ia pakai
untuk mengeringkan keringat di dahinya adalah
lap yang ia gunakan untuk membersihkan pojok
lantai di dapurnya.
Sasuke berdehem, kemudian nyengir perlahan. ia
pamerkan kantung belanjaan mie, telur dan
kerupuknya di depan wajah sengit Neji. Neji yang
cerdas, tentu bisa membaca jelas bahasa tubuh
dan bahasa nista milik Sasuke. Sontak saja,
napasnya menghela panjang.
"Boleh numpang?" Sasuke ber-puppy eyes ria.
"Engga," sahut Neji ketus, "Pulang sana. Gue lagi
sibuk beres-beres kamar,"
"Ya ampun. Gue cuman numpang nyalain gas
lima menit, makan sepuluh menit, dan cabut. Itu
doang," Sasuke pasang wajah melas. Cuman
Neji yang pernah melihat wajah ukeish-nya.
"Apa elo engga salah bicara?" Neji berjalan,
memutari tubuh Sasuke dengan mata penuh
interogasi, "Bukannya yang bener itu nyalain gas
lima menit, berantakin dapur lima menit, makan
sepuluh menit, tidur dua jam, numpang mandi,
nonton, terus pulangnya elo ngerampok
makanan di atas meja makan gue dengan alibi,
oleh-oleh?"
Sasuke menyilangkan jarinya di belakang
punggung.
"… Yassalam." Si bocah ganteng tapi cekak itu
merutuk, "Udah ah, bentar doang gua cuman
numpang makaaaan," ia mendorong tubuh
bidang Neji hingga terpental kesamping.
"Woy! Zangzut jin! Jangan seenaknyaaa!"
Neji mengeluarkan sumpah serapahnya
sementara Sasuke cuek dan memilih untuk
nyelonong masuk, ke dapur kosan.
"Ji! Wajan-wajan di dapur lu kotor semua. Sabun
cucinya mana ya?"
Dan kali ini, Neji mencium aroma-aroma kesialan.
Baunya lebih hangus daripada bom yang
membakar Hiroshima dan Nagasaki.
.
.
.
.
.
.
Sasuke mulai jumpalitan di belakang dapur,
sementara Neji yang mengintipnya dari belakang,
memasang matanya baik-baik. dia udah siap,
bakal mejretin si Sasuke kalo sampai sela-sela
kompor yang baru aja di bersihinnya dengan
tenaga kuda dikotorin lagi sama si rambut gagak
nungging.
Sasuke mendengus dengan cara ngintip Neji
yang benar-benar memperlihatkan posisi kuda
nill latihan manjangin leher.
"Mendingan lu bantuin gua masak dah, daripada
ngebuang-buang waktu lu buat ngawasin gua
kayak gini."
"Gue ngebantu elo lagi—" mata Neji berputar,
"Apa dapur ini engga cukup membantu?"
Gantian, Sasuke yang masang muka bĂȘte.
"Hh … makasih cantik, dapurnya sangat
membantu,"
"Zangzut,"
"Berhenti ngomong alay Ji,"
"Zangzut Kakashi,"
"DIEM!"
SREK
Bungkus mie soto itu kini Sasuke robek,
sementara air yang ia panaskan sedang bergolak-
golak di dalam panci. Sasuke kepo pangkat sejuta
saat melihat kedalam bungkus mie tersebut dan
tidak menemukan—
Bumbunya.
"KEJAMMMM!" Sasuke menggebrak kompor yang
masih menyala dengan kepalan tangan bertenaga
kuda. Walhasil, panci berisikan air panas itu
mental dan isinya mengenai—
.
.
.
Wajah Neji yang cakepz.
"ASEMMM!"
Yang kesiram mencak-mencak di depan wajah
heroine kita. Sasuke udah siap sedia dengan
senyum kaku ala perjaka yang kegap make
kemben di tengah malem.
"Piss bro,"
"PASPISPASPIS GUNDHULMU!" Neji
menggerakkan jemari-jemari tangannya seperti
orang yang pengen melakukan aksi raep-raepan,
"KELUAR DARI KOSAN GUE! KELUAAAR!" dengan
sekali tendangan telak di pantat, Sasuke mental
kayak bidadari yang baru belajar terbang dan
renang.
"OI! Mie ama telor-kerupuk guaaaa!"
Neji membanting keluar benda-benda yang
disebut Sasuke dengan gaya ala emak-emak
ngambek. Untung aja, telurnya berhasil di
tangkep Sasuke dengan baik. kalau engga ya …
tokoh utama kita bakal kekurangan 69 persen gizi
di makanannya.
"Cih! Sialan!"
Sempet-sempetnya lu merutuk kayak orang
ganteng, Sas—
Masih bagus Neji ngasih dia kantung plastik buat
nentengin kerupuk, telur dan bungkus mie yang
udah menganga.
"Duh gusti. Mau sarapan aja susahnya sampe
kepantat-pantat."
Otaknya kembali dipaksa mikir. kira-kira, tempat
mana lagi yang cocok buat di sambangin Sasuke
untuk masak mie soto?
Sekelebat, ada nama satu orang bejat yang ia
kenal baik selama tujuh belas tahun belakangan
ini. entah kenapa, dia gak punya pilihan lain selain
mangkir di tempat kakaknya—Itachi Uchiha.
Mungkin saja, belas kasihnya lebih tulus
dibanding si gondrong Neji.
Dengan langkah ringan dan hati polos ala helokiti,
Sasuke berhenti dipinggir jalan dengan jempol
yang teracung untuk memanggil sebuah mobil—
"TAKSI!"
.
.
.
.
.
.
"ELU WARAS ENGGA SIH? Jadi bocah kok
dodolnya kebangetan amat!" Itachi mencak-
mencak di depan Sasuke saat melihat seonggok
taksi dengan tarif lima puluh ribu perak mampir
di depan teras, "ELO KIRA GUE KERJAANNYA
NGEJABLAY APA? Duit yang gue pake buat bayar
taksi lu itu kan duit pinjeman gue ke Deidara LIMA
MENIT yang lalu! Lima menit!"
Sasuke mulai nge-ayam di depan Itachi yang
horror-nya pol-polan. Matanya mulai berkaca-
kaca—yang tentu saja itu akting—sambil
menatap Itachi dengan pandangan intens, dan
gigi yang menggigit bibir bagian bawah.
"Kakak—"
Itachi muka datar.
"K-Kakak—"
Sasuke melorotin sebelah lengan kaosnya. Itachi
mulai mupeng (?)
"Aah—K-kakak,"
Sasuke menggeliat kegatelan. Itachi neguk
ludahnya, denjer. jemari-jemarinya terbuka,
membentuk pose-pengen-raep-mangsa.
Napasnya menggebu-gebu. Lihat saja lobang
idungnya yang kembang kempis kayak congor
ikan koi.
"Kak aku—eh? Elu ngapain dah?"
Itachi terlonjak dengan pertanyaan Sasuke.
Karena salting, dia cuman garuk-garuk
bokongnya yang kemasukan pasir.
"K-kagak ngapa-ngapain."
"…"
Hening sejenak.
'Gue mikir apa, barusan?' Itachi ngebatin.
.
.
.
.
.
.
Ralat.
Dateng kerumah atau sebut saja apartemen milik
Itachi adalah pilihan yang SALAH.
"Un, adekmu?"
Sasuke kecip menatap segerombolan perjaka
dengan tampang dan ekspresi yang beraneka
ragam. Ada yang komuknya mesum dengan
pierching segede jerawat, ada yang tablo, polos,
genit—yang rambutnya merah marun, bahkan
ada yang matanya jelalatan, merhatiin bungkus
mie Sasuke yang menganga dibalik samarnya
kantung kresek hitam yang ia tenteng.
Sasuke merasa bahaya.
"Yang bawa-bawa cangkang ijo! (?) ini mie gua
satu-satunya jadi elo ga mungkin gua bagi!"
Sasuke menunjuk dua orang kembar yang
kulitnya kayak papan catur. Merasa dipanggil,
kedua saudara identik itu mengaduh tidak terima,
"Eh, kamsupay! Ini bukan cangkang, tapi
costume playing egooo!"
"Lagian siapa juga yang kepengen makan mie
loe! KAMSUPAY IUHHH!"
"Gak kece lu, pake acara nyangkal. NGACA
SONO, komuk lu udah kayak monyet desperate
yang kepengen dilemparin kacang!" Sasuke
menyalak, bak guguk yang haus darah.
"APE LU KATA!"
"APA LU BILANG!"
"Elu berdua ababil sangat!"
"Ayo Zet! Kita jewer bibirnya bareng-bareng!"
"Ayo Tsu! Gue bibir atas, elu bibir bawah!"
"Oi, semfrul. Udahan berantemnya. Udahaaan!"
Itachi nyelepet jidat adek dan kedua teman
kembarnya dengan sandal karet, "Sana dah lu
Sas, ke dapur aja daripada rusuh disini,"
Itachi langsung munggungin Sasuke dan kembali
melakukan kegiatan yang tadi sempat tertunda,
dengan teman-temannya. Dalam hati, Sasuke
bersyukur karena ia bisa masak mie juga. Tapi
mendecak sebal untuk perlakuan bejat kakak dan
kedua teman gilanya itu.
Sekarang, saat Sasuke sampai di dapur, ia
kembali bingung.
Dia baru ingat alasan utama kenapa Neji
mengusirnya dari kosan. Akar dari kesialan itu
bermula ketika matanya tidak menemukan secuil
pun bumbu soto mie di bungkus mie-nya.
Sasuke pengen banget ada keajaiban dimana
bungkus minyak dari mie sotonya berubah
wujud menjadi bumbu soto.
Tapi toh, karena Sasuke bukan tipikal orang yang
percaya bahwa peterpan itu ada, maka, ia
putuskan untuk bereksperimen ria, dengan cara
mengganti bumbu mie sotonya yang tiada
dengan MSG.
Ia rebus mie-nya sampai lunak. Dan setelah itu, ia
gunakan saringan—not sharingan—untuk
meniriskan mie tersebut. Kemudian, Sasuke
taruh mie-nya ke dalam mangkuk yang berisikan
kocokan telur yang telah dicampur dengan MSG.
aduk-aduk sampai tercampur—dan author jadi
kepengen masak mie beneran.
Yayaya… apalagi yang bisa Sasuke masak selain
bakwan mie?
Selesai masak, Sasuke langsung bawa masakan
spectuckcooler-nya ke atas meja. Kemudian, ia
duduk manis di meja makan sambil meletakkan
segelas air putih disampingnya. Mulutnya udah
siap menganga, wajahnya jadi mesum begitu
garpunya menusuk bakwan mie dan hendak
memasukkannya ke dalam mulut—
"Come to papa sayaaang—" suaranya jadi berat
kayak Gaara yang selalu teriak 'Darah! Darah!' di
anime Naruto season satu.
Lima senti.
Tiga senti
Satu setengah senti.
Dan bakwan udah nempel di bibir.
Sasuke sempet jilat dikit. Wuidih, rasanya
mancap. cuma tinggal telen aja. Sayangnya,
bebauan aneh yang Sasuke cium membuat aksi
makannya terhenti dan akhirnya ia putuskan
untuk melihat ke sekeliling, mencari tahu ada apa.
Sekejap, mata Sasuke tertuju pada sebuah benda
yang nyaris saja menyelamatkan hidupnya dari
kelaparan. Benda yang sudah membantunya
merebus mie.
Dan—
Benda itu meledak.
BLAAAR
.
.
.
.
.
.
"ANYING!"
Itachi yang lagi sibuk ngurusin tugas kuliahnya
bareng perjaka tua, mendadak nengok kearah
sumber suara ledakan yang sempat terdengar di
gendang telinganya. dari sebuah pintu yang
mereka tatap, keluarlah seonggok lelaki berwajah
cemong sambil bawa-bawa sepiring bakwan mie
yang udah ga layak konsumsi.
"ANIKI!" jeritnya di tengah kepulan asap. Ledakan
kedua terdengar, dan munculah cahaya jingga
yang menjilat-jilat dari dalam ruang dapur.
"Elo perang ama siapa Sas?"
Sasuke yang lagi engap, langsung melotot begitu
ngeliat reaksi kakaknya yang enggak bisa di ajak
serius.
"DAPUR KOSAN LU KEBAKARAN EGOOOO!"
Dan Itachi keselek pulpennya,
"HAH? Demi apa lu!" matanya melotot.
Keringetnya sebesar biji kurma.
Sasuke langsung nendang pintu dapur selebar-
lebarnya saat nada suara Itachi terlihat ragu.
"LIAT NOH! ELO MASI PUNYA MATA KAN?"
telunjuknya mengacung kuat kearah sumber
ledakan.
Sekarang, Itachi geram. Deidara melotot. Pein
cuek—toh bukan kosannya dia ini. Zetsu
bersaudara bengong, Sasori enggak beralih
pandang dari wajah Sasuke. Dan Tobi dengan
girangnya teriak, "Horee! Kebakaran! Kebakaran!"
"Guobloooog! Ngapa lu jadi kayak tante girang
Tobbb! Telepon pemadam kebarakan cepeettt!"
"Tobi ga bawa ponsel."
Useless.
Itachi nyomot ponselnya Deidara.
"Gue pinjem!" semprotnya, cepet.
dan orang yang punya ponsel engga diberi
kesempatan untuk bicara tentang—
.
.
.
TUTUTUTUTUTUTUT—
Tentang—
.
.
.
TUTUTUTUTUT—
.
.
.
"DEIDARAAAAAA!"
Tentang pulsa hape yang cekak.
"Miskin banget loe kagak ada pulsa!" yang
disemprot, gak terima dunia akhirat. Udah
minjem, lagak pula.
"Miskinan juga elo UN, kagak punya ponsel!"
"ARGHHH!" Itachi ngacak-acak rambutnya,
"Ambil aer! Bantuin gue madamin api
cepetaaaan!"
"SIAP Komandan!" berbondong-bondong, grup
Akatsuki berhamburan ke kamar mandi buat
ngambil selang dan ember isi air. Sasuke yang
masih kepo mandangin kebakaran ditimpuk
asbak besi dari arah samping dan mendarat tepat
di bibirnya
Cipok.
"ADAW—!"
"WOYANJRIT! Bantuin gue madamin apiii!"
Asbak yang mengenai bibirnya di lempar kembali
kearah Itachi dan telak, mengenai bibir kakaknya.
Cipok.
"BACOT! Ini gua lagi mau usaha, eek!"
Dan aksi lempar-cipok asbak antara Sasuke dan
Itachi berlangsung tanpa akhir—ralat. Coret
adegan—Sasuke sibuk ngotak-atik kantung tas
temen-temennya Itachi. berharap nemuin
sebuntal ponsel untuk menelepon seseorang,
saat itu.
Dan Sasuke menemukaan satu—dengan model
yang paling jadul sejagad raya. Layarnya masih
ijo.
Muka Sasuke keliatan panik. Wajahnya serius,
dan tangannya bergetar hebat saat memencet
beberapa tombol di ponsel aneh tersebut. Itachi
masih menunggu dengan sabar.
"Cepetan kampret! Dapur gue keburu mati inii!"
"DIEMM! Ga tau apa gue lagi konsentrasi!"
"Nelpon aja susahnya kayak orang bunting lu!
CEPETT!"
.
.
.
"—GUE GA NGERTI GIMANA CARANYA NYALAIN
HAPE INII!"
Itachi mangap dengan kekuatan max. detik
berikutnya, terdengar debaman khas ala anak-
anak gengnya yang pontang panting membawa
beberapa wadah berisi air. Salah satu wadah
yang mereka pegang memiliki simbol merk
minuman mahal—
"WOI ANJRIT! Itu wine ibu kos gua ngapa lu
bawa-bawa!"
Yang mukanya angker dengan pierching segede
biji salak nyeplos, "PLN lagi ngutuk idup lu
kayaknya, bro. Air keran ga nyala. Bak mandi lu
kering, kayak dompet lu."
"Karena kita gak nemu air, jadinya Tobi dan yang
lain ngambil apapun yang bentuknya cair buat di
siramin ke api!" lelaki ababil bertopeng loli
menenteng sebuah dirigen yang isinya sanggup
membuat Itachi jantungan.
"WOY egooo!" Tobi keburu nyiram isi dirigen itu
ke sumber kebakaran, "Itu MINYAK, ZEMPAK!"
DHAARRRR!
.
.
.
—Itachi takkan pernah lupa dengan jeritan
terakhir yang ia dengar di ruangan itu.
Jeritan itu adalah—
suara Hidan yang protes saat melihat ponselnya
berada di tangan Sasuke.
"HAPE GUEEEE!"
.
.
.
.
.
.
Sirene ambulan dan mobil pemadam kebakaran
berlomba-lomba menggema di sepanjang jalan
gang menuju apartemen Itachi. Tobi—tersangka
sekunder yang berada paling dekat dengan
kebakaran, mendapat luka yang paling serius
diantara teman-temannya. Topengnya retak,
bagian bibir Tobi yang rada seksi jadi terekspos
oleh khalayak. Sisa geng akatsuki yang lain,
seperti Hidan, Zetsu, Sasori, Pein dan Deidara di
gotong ke sebuah dipan di depan apartemen dan
digeletakkan begitu saja. Kebetulan, lukanya
cuma baret ringan. Abis di kasih makan lontong,
dan segelas teh anget, mereka semua di
bubarkan untuk pulang ke rumahnya masing-
masing.
Sementara sosok yang paling sial, Itachi, sempat-
sempatnya mendengar petuah pahit dari pemilik
apartemen sebelum ia digotong ke dalam mobil
ambulan.
"Mulai hari ini, KAMU CARI APARTEMEN YANG
LAIN!"
Dan Sasuke?
Dia berontak saat orang-orang berseragam putih
menyeretnya paksa untuk masuk ke dalam mobil
ambulan. Sayangnya ia menolak untuk pergi
karena ambulan yang akan ditumpanginya
memiliki lambang yang sedikit berbeda dari
ambulan yang membawa Itachi.
"ENGGAAAAAA."
"Ayo mas, Sasuke. Engga apa-apa. Kami tidak
akan menyakitimu,"
"ENGGGAAAAAA!"
Sasuke disinyalir setress karena menjadi
tersangka primer dibalik kebakaran dahsyat yang
ada di apartemen milik Terumi Mai. Sementara
Tobi yang ikutan nyiram minyak ke dalam api,
akan menyusul kepergian Sasuke setelah lukanya
di obati.
This ambulance belongs to mental hospital.
Padahal yang membuatnya setress cuman satu
hal—
Sasuke merasa lapar.
0 komentar:
Posting Komentar