"KRINGGGGGGGGGG!"
Terdengar suara alarm brengsek yang
mengganggu tidur nyenyakku dipagi hari senin
ini. Aku terlonjak dan bangun segera berhambur
menuju kamar mandi yang hanya berjarak
beberapa langkah dari tempat tidurku. Sial. Aku
akan terlambat lagi pagi hari ini, padahal sudah ku
stel alaram sedini dan sekeras mungkin tetapi
mengapa aku tak juga bangun? Aku memang
tuli.
Tak butuh waktu lama, seperempat jam cukup
bagiku untuk mandi dan berdandan, aku berlari
tergesa-gesa sesekali manabrak para maid-ku
yang sedang membawa sesuatu. Derap kakiku
terhenti ketika aku mendengar suara lembut nan
menggoda yang sangat kukenal memanggilku.
"Apa?" bentakku ketus.
"Lihat apa yang kubawa pagi ini!" ucap wanita
yang memanggilku sambil menuding lelaki muda
disampingnya.
"Gigolo baru !" jawabku datar.
"Tak ingin mencicipinya, Sayangku ?"
"Tidak. Aku tak berminat."
"Oh ayolah, sampai kapan kau akan menyimpan
keperawananmu? Menunggu hingga suamimu
menjamahmu? Sok suci!"
"Jangan bicara macam-macam. Dasar pelacur !"
"Lalu kau apa?"
"Anak palacur brengsek darimu."
"Hahahaha… benar kau tak ingin menikmatinya?"
"Tidak, simpan untuk para tante girang malam
nanti atau… gunakan saja service-nya pagi ini."
"Hn', ide bagus. Baiklah, kau layani aku pagi ini.,"
kata ibuku sambil berlalu pergi dari hadapan lelaki
muda tampan itu dan aku.
"Dengan senang hati, Nyonya Tsunade," jawab
lelaki itu sambil berjalan anggun mengikuti ibuku.
Aku kembali berjalan, tetapi sekali lagi suara ibuku
menghentikan langkahku.
"Dia bernama Hatake Kakashi, jika kau ingin
menikmatinya aku bisa memberimu jatah malam
ini."
Busuk.
Aku berlari lagi melewati koridor-koridor
rumahku. Limousine sudah tak sabar
menungguku pagi ini. Ku buka pelan salah satu
pintu mobil itu dan betapa terkejutnya aku ketika
melihat seorang gadis sedang menari-nari
striptease di dalam mobil itu. Hatiku memanas
karena marah, kemarahanku semakin
memuncak ketika aku tahu untuk siapa wanita
jalang itu menari striptease. Untuk adikku. Adikku
yang baru berusia empat belas tahun.
PYARRRR….
Aku pukul kaca jendela mobil limousine milik
keluargaku tak peduli berapapun mahalnya. Si
wanita jalang yang melihat kilatan amarah dari
sorot mataku tertegun dan takut, terlihat dari
seluruh tubuhnya yang bergetar hebat seolah tak
siap dimangsa oleh seorang manusia harimau
yang siap mencabik-cabiknya.
"KELUAR !" teriakku frustasi pada wanita itu.
Si wanita hanya mengangguk sekali dan mulai
memakai bajunya secepat mungkin. Rambut
pirangnya semakin berantakan manakala ia
menjambak frustasi ketika mengetahui beberapa
bajunya hilang entah kemana.
"Keluar sekarang juga atau…." sambungku.
Secepat kilat ia keluar dari mobil, tak peduli
dengan pakaiannya yang sangat sangat mini.
Mataku mengikuti kemana si wanita itu pergi
hingga tubuh polosnya tak terlihat. Tatapanku
kemudian beralih kepada adikku yang kini sedang
sibuk bermain dengan video game di tangannya.
"Konohamaru… kau…" suaraku bergetar, aku
begitu takut membayangkan akan seperti apa
perilaku adik semata wayangku ini setelah melihat
sesuatu yang belum pantas dilihatnya.
"Aku sama sekali tak terangsang, tenang saja."
Jawab Konohamaru.
"Karena aku mencintai Udon, aku tak ingin
mengecewakannya," sambung Konohamaru
beberapa detik selanjutnya.
Hatiku bergetar mendengar pengakuan
Konohamaru, lega tetapi juga merasa miris.
Bagaimana tidak ? Ya, kau lega karena melihat
kekukuhan adikmu yang sama sekali tidak
tergoda pada wanita jalang yang menari-nari
striptease di depannya, tapi kau akan merasa
sakit hati manakala kau tahu jika ia begitu kukuh
karena seseorang yang sama sekali tak pantas ia
cintai.
Sakit rasanya jika aku mengingat kembali jika adik
kesayanganku Konohamaru mencintai sesama
jenisnya, Udon.
Aku duduk diatas kursi mobil limousine ini, sibuk
melamunkan akan hidupku. Hidup yang sangat
buruk sekali, ibuku seorang germo yang suka
menjajakan gigolo kepada para wanita girang di
luar sana, sedangkan adikku sendiri mengalami
kelainan yang jarang terjadi diumurnya yang
baru empat belas tahun, adikku seorang gay.
Lamunanku terhenti ketika kurasakan bibir lembut
menyapu bibirku sendiri dengan penuh kasih
sayang, aku menoleh untuk melihat siapa yang
melakukan ini. Kulihat seorang lelaki berambut
merah dengan mata terpejam mencium bibirku.
"Gaara…" desahku sambil melepas ciumannya.
"French kiss untuk pagi hari ini nona, seperti
biasanya." kata Gaara lembut dan sopan.
Aku memalingkan muka menatap keluar jendela.
Entahlah sepertinya pagi ini aku tak mau
menikmati ciuman Gaara seperti pagi-pagi
lainnya.
"Nona ?" Gaara kembali bertanya untuk meminta
jawaban akan kelanjutan ciumannya yang
sempat tertunda.
"Aku tak mau French kiss pagi ini !" jawabku
setengah membentak.
"Baiklah Nona. Padahal pagi ini anda akan
mencicipi coklat hangat dari bibir saya, karena
minuman penghangat pagi hari ini adalah coklat
leleh."
"Aku kan bisa meminumnya sendiri."
"Tentu. Tapi… maaf ini tak seperti anda biasanya."
"Maksudmu ?"
"Maksud saya, anda terlalu terbiasa menikamati
minuman penghangat dari bibir saya bukan?
Saya tahu anda tak terbiasa minum dari cangkir,
anda terlalu terbiasa minum minuman anda dari
mulut saya, bukan begitu?"
"Memang. Tapi aku tak berminat denganmu pagi
ini. Cepat antarkan aku ke sekolah."
"Baik, nona."
*** Sugar Pain ***
Aku berlari terburu-buru dikoridor yang sangat
panjang sekali pagi ini. Nafasku terengah-engah,
kakiku serasa mati rasa karena aku harus berlari
menaiki tangga hingga lantai enam untuk
mengambil jadwal sekolahku pagi ini di locker-ku
yang ada dilantai enam.
BRAKKK…
Bunyi locker-ku yang aku pukul dengan kedua
telapak tanganku, aku tak lekas membuka locker-
ku, aku butuh pasokan oksigen. Setelah beberapa
detik aku membuka locker-ku dengan amat
tergesa-gesa, hingga beberapa kali aku salah
memutar kode locker-ku yang memang tak
menggunakan kunci tetapi menggunakan kode
angka dengan cara memutar-mutar bulatan
berbentuk tabung dengan sisi-sisinya yang
terdapat huruf.
Klik..
Tanda kode benar dan locker bisa dibuka. Aku
segera meraih kertas yang terdapat dalam locker-
ku, kertas jadwalku pagi ini.
Schedule
Name : Haruno Sakura
Class : X – Einstein
Date : June 23rd 2010
1. Memasak
2. Kalkulus
3. Astronomi
4. Sastra Perancis
5. Sejarah Yunani
6. Melukis
Aku menganga lebar melihat jadwalku pagi hari
ini. Bagaiman tidak? Pelajaran pertama adalah
kelas memasak, salah satu kelas yang aku benci.
Dan parahnya dapur yang merupakan kelas
memasak berada dilantai satu. Berarti aku harus
berlari menuruni tangga dari lantai teratas hingga
lantai terbawa, dan sayangnya sekolah dengan
label dan taraf internasional ini tak mempunyai
lift.
Aku membanting lockerku kasar yang secara
otomatis akan terkunci kembali ketika ditutup dan
berlari lagi menuju lanatai satu.
Aku berlari sepanjang koridor tak peduli dengan
ocehan guru-guru lainnya yang merasa
terganggu dengan suara derap langkah kakiku.
Aku terus beralari hingga aku menabrak
seseorang di depanku ketika aku hendak
menuruni tangga dan hal ini membuat aku dan
seseorang yang aku tabrak tadi jatuh dari tangga
dengan posisi yang sangat tidak elegan. Aku
menindih seseorang itu. Dan dia laki-laki.
Aku terperangah melihat wajah tampannya dan
begitu takjub dengan ekspresi datarnya yang
menonjolkan kesombongannya.
"Bisa kau menyingkir dari atas tubuhku, Nona
Haruno Sakura?" tanyanya dingin.
Aku segera berdiri dan merapikan bajuku yang
sempat kusut dan sangat berantakan. Bahkan aku
juga menyisir rambut panjangku sendiri dengan
jari, salah satu kegiatan yang tak pernah
kulakukan untuk seseorang yang sangat cuek
dalam penampilan sepertiku.
Aku berbalik untuk melihat orang yang tadi
kutabrak yang kini sudah berjalan menaiki tangga
lagi.
"Hei…" panggilku.
"Hn?" jawabnya sambil berhenti melangkah dan
tanpa membalikkan badannya padaku.
"Dasar kau tak punya sopan santun, harusnya
kau menatap orang ketika ada orang yang
mengajakmu bicara!"
"Hn."
"…."
"…."
"Kenapa kau bisa tahu namaku ?" tanyaku.
"Siapa yang tak mengenamu ? Haruno Sakura
kelas X – Einstein, murid terkaya disini dan
sebagai penyangdang dana terbesar. Disegani
karena kekayaannya, dikagumi karena
kecerdasan dan kecantikannya. Sekaligus dibenci
karena keangkuhannya," jelasnya.
"Lalu kau siapa ?" tanyaku ketus merasa
tersinggung dengan kalimat terakhirnya.
"Orang yang tidak penting," jawabnya sambil
melangkahkan kakinya lagi.
"Hei, siapa kau?"
"…"
"Hei!"
"Bukankah saya sudah menjawab, Nona. Saya ini
adalah orang yang tidak penting," jawabnya lagi
masih membelakangiku.
"Maksudku… err~ siapa namamu?"
"Uchiha Sasuke," jawabnya kini sambil memutar
tubuhnya dan menatapku dari atas tangga.
Tubuhnya seolah bersinar terkena pancaran sinar
mentari dari ventilasi, dia begitu terlihat
mempesona apalagi dengan ekspresi datarnya
yang masih terpajang diwajah tampannya.
"Nona Haruno!" bentak seseorang dari
belakangku yang ternyata Sensei Ayame, guru
memasakku.
"Ya?" tanyaku takut.
"Mencoba bolos dikelas memasakku, eh? Kau…
dihukum. Bersihkan dapur sekarang!" katanya
sambil berlalu pergi.
Shit !
Pagi yang indah.
Aku mentap pemuda Uchiha dari bawah tangga
yang kini melihatku seolah berkata rasakan-itu-
perempuan-sombong-! Dan ia berlalu pergi.
Uhhh… wajahku memerah karena malu.
"Uchiha Sasuke, hn, menarik !" kataku.
"Sakuraaaaaaaaa…" teriak sensei Ayame geram.
Sial. Dia akan semakin marah padaku.
1 komentar:
Ini fic rate apa,bukan rate:m kan/larna aku blom 17 taun
Posting Komentar