Chapter 1. Awal Pertemuan
.
Semua yang ia lakukan selalu dianggap salah oleh
orang lain—hanya karena ia berbeda dari orang-
orang di desanya.
Saat ibunya melahirkannya dan saudara
kembarnya, ibunya—Uzumaki Kushina
meninggal dan membuat Kyuubi yang awalnya
ada di dalam tubuhnya berpindah ke dalam
tubuhnya. Semua orang tampak membencinya
karena di dalam tubuhnya terdapat monster
yang menghancurkan desa mereka, sementara
ayahnya tampak seolah tidak perduli dengannya
walaupun tetap tersenyum dan menjaganya dan
lebih memperhatikan saudara kembarnya
ketimbang dirinya.
Walaupun ia memiliki kemampuan akademik
yang tidak kalah—bahkan lebih baik daripada
Naruko, saudara kembarnya, tetapi tetap saja ia
mereka tidak menganggap keberadaannya dan
terus menjauhinya.
"Jangan sok hebat kau monster, kau hanya anak
yang membawa sial untuk Hokage-sama dan
juga Naruko-chan!"
Perkataan itu sudah sering ia dengar, bersamaan
dengan beberapa pukulan bertubi yang diterima
oleh tubuhnya. Beberapa anak tampak
mengepungnya dan tersenyum sinis padanya.
Walaupun banyak orang yang berada di sana,
tidak ada satupun orang yang ingin
menolongnya.
"Ayah dan ibu bilang kita boleh melukainya—
karena di dalam tubuhnya ada monster yang
menyerang desa lima tahun yang lalu!"
'Aku tidak pernah menginginkan monster itu ada
di dalam tubuhku, kenapa mereka terus
melukaiku?' menutup matanya, saat tubuhnya
terkena hantaman dari anak-anak yang
mengganggunya saat itu. Mereka terus
memukuli hingga dihentikan oleh seseorang—
dan itu membuatnya menoleh untuk
mendapatkan Naruko yang berdiri di depannya.
Terkejut karena melihat saudaranya itu tampak
membelanya, baru saja ia akan membuka mulut
untuk berbicara sebelum menemukan tatapan
dingin yang diberikan pada saudaranya kepada
dirinya.
"Ayolah teman-teman, mengganggu Naruto
hanya akan menghabiskan waktu kita saja—
masih banyak yang bisa kita lakukan," terdiam
dan menatap Naruko dengan tatapan tidak
percaya sebelum akhirnya sosok Naruko dan
juga semua anak-anak itu tampak menghilang,
Kekecewaan dan juga kebencian yang dibuat
Naruto semakin hari semakin besar, ia hanya bisa
diam dan mengeratkan kepalan tangannya
sambil mengatur nafasnya. Menyeka darah yang
mengalir di mulutnya dan akan bergerak saat
seseorang tampak mendekat—seorang
perempuan berambut hitam pendek dengan
mata berwarna indigo.
"Ada apa?"
"A—ano, kau berdarah. Ini pakai ini—"
memberikan sebuah sapu tangan berwarna biru
langit, wajah anak perempuan itu tampak
memerah, sementara Naruto tampak terkejut
melihat ada seseorang yang setidaknya perduli
dengannya seperti anak perempuan ini.
"Ah, terima ka—"
"Hinata, apa yang kau lakukan disini!" kali ini anak
laki-laki yang tampak menghampiri anak
perempuan itu dan segera menarik tangannya
menjauh dari Naruto. Anak perempuan itu
tampak bingung dan terkejut sebelum pada
akhirnya membiarkan anak laki-laki itu menarik
tangannya, menjauh dari Naruto.
Menghela nafas panjang, ia berjalan sendirian—
mendengarkan semua bisikan dari orang-orang
yang ada di sekelilingnya bagaimana mereka
seolah tidak tahu kalau suara mereka bisa sampai
ke telinga Naruto.
'Bukankah itu anak dari Yondaime Hokage-sama?'
'Katanya ia yang membuat ibunya meninggal
karena monster yang ada di dalam tubuhnya…'
'Mengerikan—kalau begitu ia adalah monster…'
'Kenapa petinggi desa tidak mengusirnya saja?'
'Kalau saja ia bukan anak dari Hokage-sama—'
Dan semua cemooh yang sudah biasa didengar
oleh Naruto—bahkan sejak ia bisa mengerti
semua hal yang terjadi di sekelilingnya. Ia sudah
biasa mendengar itu—tetapi tentu saja itu masih
membuatnya sakit hati mendengarnya.
Bagaimanapun juga ia adalah anak biasa—berusia
5 tahun yang bahkan biasanya tidak mengerti
bagaimana kerasnya dunia.
Tetapi, tidak untuk Naruto tentunya—karena
cemooh dan juga perilaku yang didapatkannya
sejak berusia 2 tahun itu sudah membuatnya
merasakan tekanan dari penduduk desa.
"Lebih baik makan ramen sa—"
Baru saja akan berjalan menuju ke sebuah
rumah makan ramen yang sudah menjadi
langganannya saat tiba-tiba seseorang—atau
beberapa orang yang memakai jubah hitam
tampak menyergapnya dan menyeretnya.
Walaupun berada di tengah kerumunan, tetapi
tidak ada yang perduli dengan semua yang
terjadi.
Walaupun Naruto berteriak, dan terus meminta
tolong sekalipun.
"Itu—" seorang Jounnin Konoha yang tampak
melihat Naruto sebelum sosok itu menghilang
bersama dengan beberapa orang yang
menyergapnya tampak terkejut. Dengan segera
bergerak lebih cepat—berjalan menuju ke kantor
Konoha, tentu saja untuk memberitahukannya
pada sang Hokage.
…
DHUAG!
Suara pukulan orang-orang yang mendarat di
tubuh kecil Naruto tampak membuatnya
meringis kesakitan. Mereka memukulnya seolah
tidak tahu kalau yang mereka pukul saat itu
hanyalah anak kecil berusia 5 tahun yang tidak
mengerti apapun. Ia sudah tidak memiliki tenaga
bahkan untuk bergerak sekalipun.
"Kenapa kalian semua terus saja memukuliku?"
suaranya yang tampak lirih terdengar, mencoba
untuk meminta belas kasihan pada beberapa
orang di depannya saat itu. Tetapi mereka hanya
menjawabnya dengan senyuman sinis yang
ditujukan pada Naruto saat itu.
"Salahkan dirimu sendiri—kesalahan terbesarmu
adalah terlahir di dunia ini," dan suara tendangan
yang tampak mengenai ulu hatinya kini
memberikan sakit yang luar biasa di tubuh
kecilnya itu. Kalau saja tidak karena Kyuubi yang
berada di dalam tubuhnya, tentu saja ia sudah
tewas sedari tadi—sedari dulu, "lihat saja—
bahkan, tidak ada yang menolong dan
membawamu kabur dari sini bukan?"
'Kenapa…'
"Bahkan aku bertaruh, ayahmu dan saudaramu
menyesal karena kau terlahir di dunia ini…"
'Aku tahu itu—tetapi kalian fikir aku menginginkan
semua ini? Monster yang ada di dalam tubuhku
ini?'
"Lebih baik kita segera membunuhnya saja, bisa
gawat kalau sampai Konoha benar-benar
memanggil squad untuk menyelamatkan anak
ini," salah seorang dari mereka menoleh kearah
yang lainnya—yang sepertinya tampak seperti
pemimpin mereka.
"Tidak akan ada—bahkan tidak ada orang yang
menginginkan keberadaannya di tempat itu…"
'Ya—memang benar…'
"Lebih baik ia tidak ada di dunia ini—" tersenyum
sinis, menatap Naruto yang membalasnya
dengan tatapan kosong.
'Apakah kau akan menyerah begitu saja?'
'Siapa—'
'Kau tidak selemah ini bocah, kalau tidak
aku tidak akan mungkin bisa bertahan di
dalam tubuhmu ini—'
'Kau—'
'Kalau memang semua orang tidak
membutuhkanmu, kenapa tidak kau buat
mereka meninggalkanmu saja—
meninggalkan dunia ini…'
'Maksudmu?'
'Biarkan aku membantumu menghabisi
mereka—sekaligus untuk membalaskan
dendam pada mereka…'
…
"Ada apa monster? Kau tidak bisa berkata apapun
lagi?" salah seorang dari mereka memegang
sebuah kunai dan berjalan mendekat untuk
menusukkannya pada Naruto saat itu. Hanya
menunduk dan terdiam, tidak melakukan apapun
hingga saat kunai itu tampak terayun di dekatnya.
"Jangan berani melukainya…"
Suara Naruto dan juga jurus Kawarimi no Jutsu,
semua orang yang ada di sana tampak terkejut
dan menoleh ke sekeliling mereka untuk mencari
dimana Naruto berada.
"Dimana kau!"
Dari balik pohon, tampak sosok Naruto yang
tersenyum dingin dengan raut wajah yang pucat
dan juga mata yang tertutup oleh rambut
kuningnya. Saat kepalanya sedikit mendongak,
mereka semua bisa melihat—dimana mata
birunya tampak berubah menjadi merah darah
saat itu.
"Ka—kau…"
"Sudah cukup lama aku mengurung diri—dan
sekarang saatnya aku sedikit bersenang-
senang…"
…
"Tadaima!" anak perempuan berambut kuning
panjang yang mirip dengan Naruto itu tampak
berjalan masuk ke dalam rumahnya. Melihat
ayahnya yang tidak biasanya sudah pulang
membuatnya menaikkan sebelah alis dan segera
berjalan sambil melompat dan memeluk tubuh
ayahnya.
"Hei Naru-chan, bagaimana hari ini—apakah kau
bersenang-senang?" Minato yang tadi tidak
mendengar salam dari Naruko tampak
tersenyum dan memeluk anak perempuannya
itu.
"Menyenangkan, aku bermain banyak permainan
—mereka semua tampak baik padaku!"
"Baguslah kalau begitu—" Minato menepuk kepala
anak perempuannya itu dan melihat
sekelilingnya, "—dimana Naruto?"
"Tadi aku sempat bertemu dengannya di taman
—tetapi setelah itu berpisah," Naruko tampak
menggelengkan kepalanya dan menatap ayahnya
bingung. Sementara Minato sendiri tampak
menunjukkan raut cemas di wajahnya sebelum
menggelengkan kepalanya dan tersenyum
sambil bangkit dari tempatnya berada.
"Mungkin sebentar lagi ia akan da—"
"Minato-sensei!" Jounnin yang tadi melihat
penculikan Naruto—pemuda berambut putih
dengan penutup mulut bernama Kakashi Hatake
itu tampak panik dan segera berjalan mendekati
mantan gurunya itu.
"Ada apa Kakashi?"
"Aku melihat beberapa orang yang membawa
Naruto tadi—aku ingin mengejar mereka, tetapi
mereka dengan cepat menghilang begitu saja,"
mendengar perkataan Kakashi, sudah cukup
untuk membuatnya mempercepat langkah dan
mengambil jubah Hokagenya, melangkahkan
kakinya keluar bersama Kakashi.
"Naruko, aku akan kembali sebentar lagi—"
mencoba untuk tersenyum dan menenangkan
Naruko, sebelum menoleh dan menghampiri
Kakashi, "—kirimkan bantuan kelompok Anbu
untuk membantuku mencari Naruto…"
"Baiklah, Minato-sensei…"
…
Suara nafas yang memburu tampak terdengar—
saat di tengah hutan itu tampak Naruto yang
berdiri dan menatap kosong ke arah tubuh yang
bersimbah darah dan tergeletak begitu saja di
sekelilingnya—tidak bernyawa.
'Hmph—kau memiliki perasaan benci yang
sangat kuat bocah, walaupun usiamu baru 5
tahun…'
"Ini semua salah mereka," tatapannya tampak
kosong dan juga tajam, mengeratkan sebuah
kunai yang berada di tangannya yang bersimbah
darah itu, "kalau saja mereka tidak
memperlakukanku seperti tadi…"
'Heh, sepertinya aku akan menyukaimu
bocah…'
Baru saja Naruto akan menjawab saat suara
langkah seseorang tampak berada di dekatnya.
Menoleh dengan sebuah kunai dan bersiaga
untuk menyerang orang itu, sebuah tepukan
tangan terdengar dari sana. Menunjukkan
seorang pria dengan menggunakan jubah
berwarna hitam tampak menepuk tangannya
dan berjalan mendekat.
Di wajahnya tampak topeng bermotif spiral yang
menutupi seluruh sisi wajahnya kecuali mata
kirinya.
"Siapa kau…"
"Tenang saja—" suaranya tampak santai—
bahkan seperti suara orang yang kekanak-
kanakan. Mata kirinya yang tampak,
menunjukkan sebuah simbol yang diketahui
sebagai sebuah Sharingan yang hanya dimiliki
oleh orang dari klan Uchiha, "—aku kemari bukan
untuk membunuh ataupun menyiksamu…"
Tampak waspada, namun sudah menurunkan
kunai yang tadi sedikit terangkat saat dalam posisi
siaga.
"Lalu, apa yang ingin kau lakukan disini—dan
siapa kau…"
"Aku ingin menawarkan sesuatu padamu—"
walaupun tidak terlihat, tetapi Naruto tahu jika
orang itu tampak tersenyum padanya, "—aku
bisa membuatmu menjadi kuat, dan dengan
begitu kau bisa membalaskan semua dendammu
pada orang-orang yang sudah melukaimu…"
…
"Apakah kau menginginkan sesuatu?"
"Aku hanya ingin—saat kau kembali ke desamu
ini kau bisa menghancurkannya, untukku—
membantuku untuk menguasai dunia Shinobi
ini," tatapan sharingannya tampak dingin
menatap sang anak kecil itu. Walaupun usianya
masih 5 tahun, ia sudah bisa mengerti apa yang
dikatakan oleh pria itu, "aku tahu tentang Kyuubi
di tubuhmu, dan aku akan mengajarimu cara
untuk mengendalikannya…"
"Kenapa kau melakukan ini?"
"Karena aku—tertarik akan kekuatanmu, mereka
akan menyesal karena sudah menyia-nyiakanmu
seperti ini," mengulurkan tangannya kearah anak
laki-laki itu—kearah Naruto, "bagaimana? Lagipula
—tidak ada yang perduli padamu bukan? Tidak
ada hingga sekarang—aku orang satu-satunya
yang perduli padamu…"
…
"Kau tidak ingin membalas semua yang dilakukan
oleh mereka—semua yang seharusnya tidak kau
dapatkan," Naruto tampak menundukkan
kepalanya sejenak, tidak mengatakan apapun,
"bahkan saat kau membutuhkan bantuan seperti
sekarang—atau saat kau meminta tolong di
depan mereka, tidak ada satu orangpun yang
menolongmu. Termasuk ayahmu dan juga
saudaramu…"
Mengeratkan kepalan tangannya, menutup
matanya sejenak sebelum membukanya dan
menatap dingin dan tajam kearah pria yang ada
di depannya saat itu. Menerima uluran
tangannya, membuat pria itu tersenyum puas
pada Naruto. Menepuk kepala anak itu pelan,
tampak tersenyum ke arahnya.
"Mulai sekarang—akulah keluargamu satu-
satunya," membuka sedikit topengnya, hanya
menunjukkan sebagian wajahnya pada sisi kiri,
"namaku adalah Uchiha Madara—cukup itu yang
kau tahu untuk saat ini…"
…
To Be Continue
0 komentar:
Posting Komentar